Kritik Hadis Israk dan Mikraj Bag. 3

Oleh : Armansyah
Penulis Buku “Rekonstruksi Sejarah Isa Al-Masih”,
Jejak Nabi “Palsu” dan Ramalan Imam Mahdi

>> Boleh Copy Paste u/. non komersil dengan tetap mencantumkan sumber <<

Inti sari hadis

Dari hadis-hadis yang sudah kita tuliskan sebelumnya, maka mari kita simpulkan dalam poin-poin terpentingnya.

Dari hadis Abu Hurairah dari Al-Musayyab, yaitu:

1. Tidak djelaskan posisi dan keberadaan Nabi saat itu (apakah sedang tidur atau sedang terjaga atau apakah beliau SAW sedang berada dimasjid Al-Haram, dirumah atau ditempat tertentu, hadis langsung bercerita mengenai pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Musa)

2. Nabi Muhammad SAW diceritakan bertemu dengan Nabi Ibrahim as dan oleh beliau, Nabi SAW diberi pilihan antara susu dan arak (Khamr), Nabi memilih susu

3. Dihadis ini sama sekali tidak disinggung mengenai keadaan arwah para Nabi yang lain termasuk arwah Nabi Ibrahim, apakah sedang shalat atau tidak, tetapi yang jelas seperti sudah dijelaskan pada poin 2 diatas, Nabi Ibrahim diceritakan langsung memberi Nabi Muhammad pilihan minuman

Dari hadis Abu Hurairah dari Abu Salamah, yaitu :

1. Digambarkan arwah para Nabi sedang Shalat di Baitul Maqdis (Yerusalem)

2. Nabi Muhammad lalu jadi imam shalat dari para arwah Nabi-nabi setelah waktu Shalat masuk
3. Setelah itu Nabi dikenalkan oleh seseorang (tidak jelas siapa orang tersebut) kepada malaikat penjaga neraka yang ada disana (di Baitul Maqdis, Yerusalem diantara jemaah arwah para Nabi).

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Dzar adalah, yaitu :

1. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang tidur dirumahnya dimekkah

2. Atap rumahnya dibuka

3. Malaikat Jibril turun lalu membedah dada Nabi SAW dan mencucinya dengan air zam-zam

4. Nabi dan malaikat Jibril langsung pergi kelangit sampai lapisan ke-7 dimana disana beliau SAW bertemu dengan arwah Nabi Ibrahim as

5. Peristiwa diatas digambarkan langsung terjadi tanpa terlebih dahulu mampir di baitul maqdis

6. Nabi mendapat perintah shalat 50 kali dari Alalh

7. Nabi langsung mengajukan dispensasi untuk menurunkan jumlah tersebut kepada Allah (tanpa terlebih dahulu bertemu dengan arwah Nabi Musa as)

8. Allah langsung menurunkan beban dari 50 kali menjadi 1/2 nya (jadi 50 dibagi 2 adalah 25 kali shalat )

9. Nabi turun kelangit berikutnya dan baru bertemu arwah Nabi Musa

10. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

11. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sebesar 1/2 dari jumlah keringanan sebelumnya ( 25 dibagi 2 adalah 12.5 kali shalat )

12. Nabi turun kelangit berikutnya dan bertemu lagi dengan arwah Nabi Musa

13. Arwah Nabi Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

14. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sehingga jadi 5 kali shalat dalam sehari semalam

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Qatadah dari Ibnu Sha’sha’ah, yaitu :

1. Saat itu Nabi Muhammad SAW sedang berada di :

1.1. Samping rumah (tidak dijelaskan rumah siapa)

1.2. Samping Ka’bah (redaksional yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal)

1.3. Reruntuhan bangunan (redaksional yang juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal)

1.4. Diatas bongkahan batu sambil berbaring (berdasar redaksional riwayat Bukhari dan Ahmad bin Hambal juga)

2. Ada 3 orang malaikat mendatangi Nabi SAW

3. Malaikat Jibril turun lalu membedah dada Nabi SAW dan mencucinya dengan air zam-zam

4. Nabi naik Buraq kebaitul Maqdis

5. Nabi shalat dengan arwah para Nabi dan menjadi imam mereka

6. Nabi naik kelangit

7. Dilangit Nabi berkenalan dengan arwah para Nabi (padahal sebelumnya diceritakan mereka masih ada di Baitul Maqdis)

8. Sampai dilangit ke-6 Nabi bertemu arwah Nabi Musa

9. Saat bertemu dengan beliau, arwah Nabi Musa malah menangis

10. Dilangit Nabi SAW pergi kebaitul maqmur

11. Bertemu dengan arwah Nabi Ibrahim as dan Nabi SAW diberi dua pilihan air minum

12. Yaitu Arak dan susu plus madu

13. Nabi memilih susu

14. Nabi naik lagi ke Sidratul Muntaha

15. Disana ada 4 sungai, 2 sungai didalam surga dan 2 sungai lainnya adalah sungat Eufrat dan Nil

16. Nabi mendapat perintah shalat 50 kali

17. Nabi turun kelangit berikutnya dan bertemu arwah Nabi Musa

18. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

19. Allah lalu menurunkan beban dari 50 kali menjadi 40 kali

20. Nabi turun lagi kelangit berikutnya dan bertemu lagi dengan arwah Nabi Musa

21. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

22. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sebesar 30 kali

23. Nabi turun lagi kelangit berikutnya dan bertemu lagi dengan arwah Nabi Musa

24. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

25. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi ulang sebesar 20 kali

26. Terus berulang sampai akhirnya diturunkan menjadi 5 kali shalat

27. Ketika Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali …

28. Ada seseorang memanggil Nabi dan berseru bahwa dispensasi yang diberikan sudah final

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Hammad bin salamah dari Tsabit Al-banani, yaitu :

1. Nabi Muhammad SAW diberi Buraq lalu kebaitul Maqdis

2. Disana Nabi SAW shalat bersama para arwah nabi yang lain dan jadi imam shalat mereka

3. Malaikat Jibril memberi Nabi dua pilihan air minum, susu dan arak

4. Nabi memilih susu

5. Nabi lalu pergi kelangit

6. Kembali bertemu dengan arwah para Nabi disetiap lapisan langit ( padahal sebelumnya diceritakan mereka masih ada di Baitul Maqdis )

7. Nabi kesidratul Muntaha

8. Allah mewajibkan 50 kali shalat

9. Nabi turun kelangit berikutnya dan bertemu dengan arwah Nabi Musa

10. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

11. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi, yaitu dikurangi 5 kali dari total jumlah sebelumnya ( jadi 50 – 5 = 45 kali )

12. Kejadian ini terus berulang dan dispensasi dari Allah turun per-5 kali dari jumlah-jumlah sebelumnya ( dari 45 jadi 40, dari 40 jadi 35 dst )

26. Akhirnya diturunkan menjadi 5 kali shalat

Dari hadis Anas bin Malik melalui jalur Syarik bin Abu Namr, yaitu :

1. Nabi Muhammad SAW ada di Ka’bah

2. Datang 3 orang malaikat kepada Nabi

3. Malaikat Jibril membelah dada Nabi dan dicuci dengan air zamzam

4. Nabi SAW naik Buraq menuju kebaitul maqdis

5. Disana Nabi SAW shalat bersama para arwah nabi yang lain dan jadi imam shalat mereka

6. Nabi naik kelangit

7. Kembali bertemu dengan arwah para Nabi disetiap lapisan langit

8. Diberi perintah shalat 50 kali

9. Nabi turun kelangit berikutnya dan bertemu dengan arwah Nabi Musa

10. Arwah Musa meminta kepada Nabi Muhammad agar kembali menghadap Allah untuk meminta dispensasi kembali

11. Nabi kembali menghadap Allah dan mendapat dispensasi, yaitu dikurangi 10 kali dari total jumlah sebelumnya ( jadi 50 – 10 = 40 kali )

12. Kejadian ini terus berulang dan dispensasi dari Allah turun per-10 kali dari jumlah-jumlah sebelumnya ( dari 40 jadi 30, dari 30 jadi 20 dst )

13. Akhirnya diturunkan menjadi 5 kali shalat

14. Nabi lalu turun kedunia

15. Nabi terbangun dan berada di Masjidil Haram

Dari perbandingan antar riwayat Abu Hurairah melalui sanad Abu Salamah dengan riwayat Abu Hurairah melalui sanad Said bin Al-musayyab juga dengan semua riwayat lain menimbulkan kritik sebagai berikut :

1. Mana yang benar : arwah para Nabi sedang shalat atau tidak ? Berdasar riwayat Al-Musayyab mereka tidak melakukan shalat.

2. Jika jawabannya adalah “Ya”, bagaimana dengan kasus Nabi Ibrahim memberi Nabi dua wadah minuman dalam riwayat Abu Hurairah dari Al-Musayyab ?

3. Siapa yang jadi imam manusia : Muhammadkah atau Ibrahim as ?

Bukankah Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia” (QS. Al-Baqarah (2) : 124) ? Padahal semua Nabi adalah manusia juga (lihat QS. Ibrahim (14) : 11 ) maka ketentuan surah Al-Baqarah ayat 124 diatas tentu termasuk jemaah para Nabi tersebut.

4. Apakah Nabi mampir dulu ke Bait Al-Maqdis seperti mayoritas riwayat diatas ataukah tidak seperti riwayat Abu Hurairah melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Dzar ?

5. Dimana tepatnya posisi Nabi saat awal pemberangkatan ?

5.1. Disamping rumah (tidak dijelaskan rumah siapa) ?

5.2. Disamping Ka’bah ?

5.3. Direruntuhan bangunan ?

5.4. Diatas bongkahan batu sambil berbaring ?

5.5. Didalam rumah beliau di Mekkah ?

6. Benarkah Allah bersikap plin-plan dengan ketetapan-Nya sendiri dan seorang arwah Nabi Musa terkesan lebih mengetahui akan sesuatu yang belum terjadi daripada Allah dan Nabi Muhammad SAW yang notabene disatu sisi sebagai Al-Khaliq yang Maha mengetahui segala sesuatunya dan disisi lain adalah seorang Nabi yang harusnya lebih tahu kondisi umatnya ketimbang seorang Nabi yang sudah wafat ratusan tahun dari masanya ?

Bukankah Allah berfirman : Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya. (QS. AR-Ra’d (13) : 41)

Tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan. (QS. Al-Baqarah (2) :77)

Disini kita bisa mengambil persamaan contoh kasus dalam hal kebolehan melakukan hubungan suami istri dibulan Ramadhan (lihat QS. Al-Baqarah (2) : 187), secara jelas disebutkan betapa sesungguhnya Allah itu mengetahui akan kelemahan makhluk-Nya:

Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu … (QS. Al-Baqarah (2) : 187)

7. Berapa tepatnya jumlah pengurangan Shalat dari 50 kali itu ?

7.1. Dari 50 kali langsung menjadi 1/2 nya seperti riwayat Anas bin Malik melalui jalur Az-Zuhri dari Abu Dzar ?

7.2. Dari 50 kali bertahap menjadi 40 kali (berkurang per-10 kali) seperti riwayat Anas bin Malik melalui jalur Qatadah dari Ibnu Sha’sha’ah ?

7.3. Dari 50 kali bertahap menjadi 45 kali (berkurang per-5 kali) seperti riwayat Anas bin Malik melalui jalur Hammad bin salamah dari Tsabit Al-banani ?

8. Bagaimana proses awal pengurangan jumlah Shalat tersebut ?

8.1. Nabi langsung meminta dispensasi tanpa bertemu dulu dengan arwah Nabi Musa ?
8.2. Nabi terlebih dahulu bertemu dengan arwah Nabi Musa baru meminta dispensasi ?

9. Apakah Nabi berjalan menggunakan Buraq ataukah langsung ?

10. Siapa yang memberi Nabi pilihan air minum : Malaikat Jibril ataukah arwah Nabi Ibrahim ?

11. Disebutkan sebelumnya Nabi shalat mengimami para arwah Nabi sebelumnya dibumi (di Baitul Maqdis), lalu ketika Nabi naik kelangit disebutkan bahwa Nabi sudah bertemu dengan mereka disetiap lapisan langit. Bagaimana dan kapan proses mereka naik kelangit dan langsung siap diposisinya masing-masing (setiap lapisan langit) padahal sebelumnya mereka baru saja shalat bersama Nabi sementara Nabi Muhammad sendiri baru saja naik bersama Jibril kelangit tahap demi tahap ? Padahal jarak antar langit cukup jauh dan perjalanan para ruh dari bumi menuju langit memakan waktu yang lama ?

Bukankah Allah berfirman : Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun (QS. Al-Maarij (70) : 4) ?

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat dan ruh berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti sama dengan 225 juta tahun waktu sistem solar. Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat sama dengan 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, 10 Milyar tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat. Bagaimana menjelaskan poin 11 diatas ?

12. Disaat awal Nabi berangkat : apakah beliau terjaga ataukah tertidur ?

Dari dua belas pertanyaan yang kita kemukakan berdasarkan hasil perbandingan silang hadis-hadis shahih yang dirangkum oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam kitab shahihnya, maka jelas dibutuhkan penjelasan yang kongkret dan memuaskan. Bahwa kemudian pertanyaan-pertanyaan ini dikembalikan lagi pada doktrin “Iman” maka ini akhirnya hanya sebuah pelarian dari ketidak berdayaan kita dalam mengkritisi dan menyikapi riwayat-riwayat yang saling berlawanan dalam dogma keyakinan kita. Fakta bahwa kita terlalu sering bersikap fanatik secara berlebihan dalam berkeyakinan sehingga mengalahkan keobyektifitasan dan analisa kita secara jujur. Bila ada yang mendebat hadis apalagi yang diperdebatkan hadis itu merupakan riwayat dari Imam Bukhari dan Imam Muslim maka mulailah kita sibuk untuk balik menyerang orang yang mengkritisi tersebut dengan sejumlah argumentasi yang pada hakekatnya malah tidak menyambung dengan apa yang dilontarkan oleh orang tersebut sebelumnya. Kita justru menerima sebuah pesan atau kritikan dari orang lain lebih banyak bukan untuk dipahami ataupun dianalisa namun justru untuk ditanggapi. Apa yang disampaikan oleh orang lain khususnya bila berhubungan dengan keyakinan kita maka kitapun cenderung mengartikannya sebagai bentuk serangan bukan menyikapinya sebagai sebuah masukan yang membangun ataupun memperbaiki diri. Kita sepakat bila firman Allah tidak mungkin salah atau saling kontradiksi, namun bagaimana dengan hadis ? bagaimana dengan hadis-hadis hasil periwayatan shahih para Imam seperti Bukhari, Muslim atau Ahmad bin Hambal ?

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. An-Nisa (4) :82)


Salamun ‘ala manittaba al Huda
Khud al hikmah walau min lisani al kafir

ARMANSYAH

Kritik Hadis Israk dan Mikraj Bag. 1

Kritik Hadis Israk dan Mikraj

Bagian 1
Oleh : Armansyah
Penulis Buku “Rekonstruksi Sejarah Isa Al-Masih”,
Jejak Nabi “Palsu” dan Ramalan Imam Mahdi

>> Boleh Copy Paste u/. non komersil dengan tetap mencantumkan sumber <<

Syaikh Nashiruddin Al Al-Albani “Israk Mikraj : Kumpulan Hadits dan Takhrijnya” Terj. M. Romlie Shofwan el Farinjani, Penerbit Pustaka Azzam, 2004 telah menuliskan sejumlah tujuh belas orang perawi hadis mengenai kejadian tersebut dari berbagai sumbernya. Sebut saja mulai dari Abu Hurairah, Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Buraidah bin Hushaib Al-aslami sampai dengan riwayat Abi Ayyub Al-anshari dan Abu Dzar, lengkap dengan berbagai versi mereka masing-masing. Letak permasalahan bagi kita adalah tidak semua hadis-hadis ini ternyata memiliki isi cerita yang persis sama antara satu dengan yang lain, ada beberapa yang memiliki kemiripan dari jalan ceritanya namun tetap saja mempunyai banyak perbedaan dan bahkan tidak jarang saling memiliki kontroversi atau pertentangan.

Saya memilih untuk mengambil dan mengkritisi kumpulan hadis Israk dan Mikraj karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani ini tidak lain karena beliau termasuk orang yang fakih dibidang hadis dan merupakan tokoh ternama dalam dunia Islam yang karya-karyanya sering menjadi rujukan banyak ulama maupun cendikiawan muslim diseluruh dunia dari berbagai lapisan dan madzhab.

Dengan demikian kiranya cukup jelas dan beralasan bagi rekan-rekan semua kenapa saya memilih karya beliau dalam studi kita kali ini.Saya pikir, saya cukup obyektif melakukannya.

Saya pribadi tidak meragukan sama sekali apabila Rasulullah benar-benar pernah diperjalankan pada suatu malam dari suatu tempat dimasjid Al-Haram menuju kemasjid Al-Aqsha, adapun kemudian yang menarik untuk dibahas salah satunya pada bab ini sekaligus membuatnya berbeda dengan karya-karya lain yang pernah ada tidak lain dari pendalaman yang dilakukan terhadap berbagai cerita Israk dan Mikraj yang bisa dijumpai didalam hadis-hadis shahih. Bagi penulis pribadi, keberadaan dan peranan hadis didalam Islam bukan menjadi sesuatu hal yang perlu diperselisihkan, hadis ataupun lebih tepatnya lagi as-Sunnah, lebih banyak merupakan contoh penerapan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Nabi sepanjang hidupnya. Tetapi, terlalu banyak variasi dalam teks-teks sejumlah hadis yang disebut-sebut shahih dan mutawatir bahkan kadangkala isinya pun saling berseberangan membuat penulis memilih untuk bersikap lebih berhati-hati dalam memahami dan menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang mutlak. Kalaupun sanad hadisnya shahih berdasar kriteria ilmu-ilmu hadis, maka penulis akan mengembalikan lagi pada metode penerimaan hadis dari istri Nabi yaitu ‘Aisyah binti Abu Bakar Radhiallahu ‘anha saat disampaikan kepadanya hadis Umar bin Khatab sewaktu sang Khalifah ditikam dari belakang dan mendekati kematiannya, saat itu Hafshah putrinya yang juga salah seorang dari istri Nabi menangisi kejadian tersebut, diikuti pula oleh seorang sahabat bernama Shuhaib yang merawat luka-lukanya, melihat keduanya menangisi dirinya, Umar membentak mereka seraya mengemukakan suatu hadis Nabi bahwa orang yang ditangisi kematiannya akan memperoleh siksa Allah. Tatkala berita ini disampaikan kepada ‘Aisyah, beliau malah menolak hadis yang diriwayatkan oleh Umar tersebut dengan merujuk pada surah Al-an’am ayat 164 bahwa seseorang tidak akan bisa menanggung dosa orang lain. Penolakan istri Nabi SAW tersebut disampaikan dengan menyifati Umar sebagai orang yang baik dan benar tetapi dia telah salah dengar. Penulis rasa metode yang diajarkan oleh Ummul Mu’minin ‘Aisyah binti Abu Bakar Radhiallahu ‘anha dapat kita sepakati tanpa perselisihan apapun.

Bila pada masa-masa awwalun saja sudah terdapat perbedaan dan kehati-hatian dalam penerimaan sebuah hadis, apalagi kiranya dijaman kita sekarang ini. Penulis sangat berharap kepada para pembaca untuk dapat membedakan antara menolak ataupun mempertanyakan validasi satu atau sejumlah hadis dengan menolak ucapan Rasul dan bahkan menolak validasi dari Rasul itu sendiri. Hal ini penting untuk dikemukakan dari awal sehingga tidak terjadi salah komunikasi ataupun menjadikan penyimpangan persepsi dari tulisan yang ada dibuku ini.

Adanya kisah penolakan orang-orang kafir Mekkah kepada Nabi manakala beliau menyampaikan peristiwa Israk dan Mikrajnya menjadi tidak tepat dijadikan persamaan dengan orang yang menolak pemberitaan hadis-hadis mengenainya. Bagaimana tidak, saat orang-orang itu melakukan penolakan, mereka benar-benar berhadapan dengan sosok Nabi yang menjadi orang pertama dan pelaku dari peristiwa tersebut, yang implikasinya bagi umat Islam, semua ucapan dari beliau SAW tidak mungkin dusta dan keliru. Sedang hadis yang sampai ditangan kita pada hari ini, adalah hasil penceritaan ulang dari masa kemasa yang tercatat dalam banyak perbedaan narasi sebagaimana yang akan kita buktikan pada bagian ketiga dari buku ini. Apakah benar kisah seputar Israk dan Mikraj itu berbeda-beda sebagaimana yang ada disekian banyak hadis itu ? Benarkah semua cerita yang sampai ketangan kita hari ini tentang hal tersebut benar-benar sebagaimana dahulu Rasul menceritakannya ? kalau memang benar, kenapa bisa berbeda ? atau kenapa bisa saling berkontradiksi ? apakah lalu Rasul berdusta ? apakah Rasul plin-plan dalam bercerita ?

Satu-satunya asumsi yang bisa ditarik adalah, Rasul tidak mungkin berdusta, cerita-cerita itulah yang sudah terintervensikan oleh tangan kedua dan ketiga atau pihak lainnya yang kadang masih melekatkan nama besar sejumlah sahabat atau perawi yang ternama untuk menguatkan penambahan maupun pengurangannya. Apa yang terjadi dalam sejarah ajaran Nabi ‘Isa Al-Masih seharusnya ditadabburi oleh umat Islam dengan cermat, bagaimana sebuah ajaran langit yang lurus dan bersih akhirnya bisa berbalik menjadi ajaran-ajaran yang seolah saling bertabrakan dengan nilai-nilai kebenaran dan penuh dengan ritual paganisme atau pemberhalaan.

Kenapa umat Islam tidak mau belajar dari sejarah kerancuan-kerancuan yang ada dalam kitab-kitab Perjanjian Baru untuk hadis-hadis Nabi Muhammad SAW ? kenapa kita seolah merasa segan melancarkan kritik teks terhadap hadis apabila sudah disebutkan perawinya bernama Imam Bukhari atau perawinya bernama Imam Muslim, atau juga memiliki sanad dari Abu Hurairah, dari Ibnu Mas’ud, dari Ibnu Abbas, dari ‘Ibnu Umar dan lain sebagainya ?  Bukankah kita selaku umat Islam sudah terbiasa dengan tegas menyatakan kritik terhadap otentisitas kitab Bible yang diyakini oleh umat Kristiani meskipun dikatakan perawinya dari Paulus, dari Petrus dan dari Yohannes ?

Kita sudah sering tidak jujur pada diri kita sendiri, cerita-cerita hadis seputar Israk dan Miraj hanyalah satu dari sekian banyak hadis-hadis yang sebenarnya masih sangat terbuka untuk dikritisi redaksinya, sebab kita tidak pula mungkin menerima semua cerita yang berbeda-beda itu dengan alasan iman, kita butuh hujjah yang kuat untuk bisa memilih satu diantaranya (dan memang hanya bisa satu, tidak lebih, sebab tidak mungkin semuanya benar -kecuali bila semua riwayat itu tidak ada perbedaan).

Penolakan atas keabsahan hadis-hadis tersebut tidak dapat langsung dihakimi sebagai kaum yang anti hadis atau ingkar sunnah, sebab membantah atau menolak sejumlah riwayat hadis tidak bisa dengan serta merta diasumsikan bahwa seseorang telah menolak perkataan Muhammad Rasulullah. Kita sekarang ini sebagaimana yang telah disinggung, mendapatkan hadis-hadis mengenai Israk dan Mikraj dalam puluhan versi narasi yang terkadang setiap versi yang berbeda itu diriwayatkan oleh orang yang sama, padahal tidak mungkin satu cerita punya begitu banyak perbedaan. Berbeda kasusnya dengan orang-orang dimasa lalu yang mendapatkan hadis itu langsung dari mulut Nabi SAW sendiri yang notabene pasti hanya ada satu versi dan nilai validitasnyapun pasti.

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau radhiallohu ‘anhuma, dia berkata: “Aku telah hafal (sabda) dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i) -Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadis Hasan Shahih

Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi dan lainnya dengan status Hadis adalah hasan)

Dan jangan kamu mengikuti apa yang kamu tidak tahu mengenainya. Sungguh pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Israa (17) : 36)

Bersambung …


Salamun ‘ala manittaba al Huda
Khud al hikmah walau min lisani al kafir

ARMANSYAH

Statistik Blog ini Terbaru

Melihat begitu besarnya minat pembaca terhadap tanggapan saya untuk buku “Ramalan Paling Mengguncangkan Abad ini, Oktober 2015 Imam Mahdi Akan Datang” yang ditulis oleh Jaber Bolushi terbitan Papyrus Publishing 2007.

Per-31 Juli 2008, pukul 11:35 WIB, tercatat sudah 2.605 pembaca yang mengaksesnya.

Statistik Terbaru Blog Ini

Statistik Terbaru Blog Ini

(link : https://arsiparmansyah.wordpress.com/2007/12/17/bedah-buku-jaber-bolushi-2015-imam-mahdi-akan-datang/)

Maka pada tahun 2008, Armansyah bekerjasama dengan Penerbit Serambi Ilmu Semesta (www.serambi.co.id) akan segera merilis buku “Dibalik Isu Datangnya Imam Mahdi”

Nantikan penerbitannya …

Lihat promonya di https://arsiparmansyah.wordpress.com/2008/05/05/segera-terbit-dibalik-isu-datangnya-imam-mahdi/

Baca juga informasi lain di : https://arsiparmansyah.wordpress.com/baca-ini/