Memahami Algoritma di FB dan IG

Dalam pelajaran sistem komputer dasar, anda biasanya diajarkan tentang 3 komponennya: Hardware, Software dan Brainware.

Hardware itu perangkat keras. Contohnya ya Cpu, monitor, keyboard, harddisk, mainboard dan semacamnya.Hardware adalah benda mati.
Secanggih apapun sebuah perangkat ia tetap benda mati. Tak bisa bergerak, tak bisa berbicara, tak bisa berpikir apalagi berlari, jadi boro-boro bisa mengenali sebuah wajah atau mengingat suatu teks tertentu.

Hardware baru dapat melakukan suatu tindakan tertentu hanya bila ia diintervensi dari luar oleh manusia alias brainware sebagai aktor intelektualnya.

Intervensi itu ada yang sifatnya langsung maupun tak langsung… misalnya yang tak langsung adalah dengan memberikan kecerdasan buatan didalam hardware tadi.

Contoh, sebuah robot yang notabene adalah hardware ditanamkan chip berisikan koding-koding komprehensif tertentu sehingga dapat memberi respon sesuai yang di instruksikan oleh kecerdasan buatan didalam chipnya.

Siapa pembuat kecerdasan buatan ini? Ya lagi-lagi manusia. Si brainware. Programmer.

Pintu mall dapat membuka dan menutup sendiri bukan karena pintunya cerdas, hidup, ada jinnya ala benda-benda bergerak di filmnya Harry Potter tapi karena ia dipasang kecerdasan buatan dalam bentuk sensor tertentu sehingga dapat mendeteksi apabila suatu objek mendekat sehingga pintu otomatis terbuka dan sebaliknya kala objek menjauh pintupun tertutup.
Coba kecerdasan buatannya dilepas atau dirusak… Ya jadi barang rongsokan pintunya.. Minimal berubah jadi pintu standar/konvensional biasa.

Anda yang menekuni fisika pasti faham hal ini, apalagi anda yang pernah belajar rekayasa perangkat lunak di teknik informatika.

Lah kemudian tetiba ada yang keukuh bilang fb tidak di intervensi aktor intelektual untuk memblokir bila ada nama Sang Legend ditulis atau wajah beliau di posted di time line termasuk ormasnya…

Eloe pikir bangsa Indonesia ini semuanya punya iq jongkok kayak eloe yang berkecimpung di kolam butek? Timbul tenggelam begitu?
Awam boleh, goblok jangan. Hehe

Fb mau loe bilang makhluk hidup yang tau-tau bisa berpikir dan ngeblokir orang sekehendaknya sendiri, gitu bahlul?

Fb itu program… Di developed sama brainware. Human. Manusia.
Dan fb punya database, punya algoritma yang semua berjalan diatas perintah-perintah dasar sql.

Fb gak ngerti kita mau nulis apa di timelinenya… mau nulis bego, kentang, kentut, love, hujan, panas, asam, asin, Muhammadiyah, NU, Persis, Kanuragan, kodok dan lain sebagainya sampai kemudian ada intervensi human kedalam databasenya yang mengkategorikan sebuah postingan itu (entah berupa narasi tertentu, foto tertentu, audio tertentu maupun video tertentu) melanggar kebijakan komunitas mereka atau tidak.

Ya namanya kebijakan komunitas… Itu juga yang buat orang khan. Semuanya gak luput dari like or dislike. Tapi pastinya ada konflik kepentingan disana bila sudah menyangkut komunitas. Samalah jika bicara dalam skala negara, siapapun tak boleh lagi membangkitkan ideologi PKI sebab melanggar “kebijakan komunitas” bangsa yang sudah diatur dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.

Konsekwensinya, siapapun yang coba menghidupkan lagi ideologi komunis tersebut akan berhadapan dengan hukum serta perundang-undangan yang berlaku.

Sampai sini, paham khan ya?

Sekarang, bagi yang paham koding a little bit…. coba enkrip nama sang legend itu dengan metode AES 256-bit encryption atau yang sederhananya menggunakan CAPICOM.EncryptedData di .Net lalu tulis di timeline…
Saya jamin gak mungkin fb atau instagram memblokirnya…. kenapa?

Ya karena algoritmanya tidak mengenali teks yang di enkripsi tadi sebagai teks yang terlarang dalam database mereka. Just as easy.

Begitupun terkait foto yang seolah mampu dikenali oleh fb dan ig… semuanya sama saja. Tak lepas dari penggunaan Local Binary Pattern dengan Algoritma seperti PCA, Chi Square, Haar Cascade, camshift, HSV, deepface dan lain-lain.

Pun video dan audio (dua yang terakhir ini jamak ditemui di youtube –yang sering dibenturkan pada claim copyright).

Jadi masih mau bilang kalo pemblokiran sebuah konten di media sosial tak punya kaitan apapun dengan aktor intelektual alias brainware?

Kalo masih berpikiran begini, artinya dulu anda pergi sekolah cuma sampai gerbangnya saja….