Hidup dan Mati

Hidup dan Mati
Oleh : Armansyah

Hidup dan mati makhluk ada ditangan Allah, Tuhan yang Maha Menggenggam seluruh misteri kejadian ciptaan-Nya. Tidak seorangpun yang dapat menerka secara pasti kapan dan bagaimana dia akan mati, kita hanya mampu untuk mencoba menghindar dan meminimalisir kematian secara buruk meski pada akhirnya usaha inipun kembali lagi pada kemisteriusan Takdir final dari Tuhan itu sendiri yang tersimpan lengkap di Lauhil Mahfudz.

Setiap harinya pasti ada saja anak manusia yang mengalami kematian, entah itu terjadi secara baik dan khusnul khotimah ataupun yang terjadi secara buruk dan su’ul khotimah. Begitupula dengan anak-anak manusia yang dilahirkan, terjadi setiap hari diberbagai belahan dunia. Saat ada hamba Tuhan dilahirkan, umumnya banyak orang merasa gembira menyambutnya, umumnya pula orang akan tertawa dan bersyukur sembari berdoa untuk kebaikan sang anak dimasa depannya. Dalam kurun waktu 7 harian sianak bila ia muslim akan segera di akikah oleh orang tuanya sesuai sunnah dari Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi manakala kematian yang mengena pada diri seorang hamba Allah, apalagi ia seorang yang secara lahiriah keduniawian sangat populer dimasyarakat, justru tangislah yang akan meledak dan mengharu birukan suasana.

Begitupula dengan yang terjadi baru-baru ini pada pelantun lagu “Heal The World” dan “You are not alone”, Michael Jackson atau yang akrab dipanggil dengan sebutan Jacko. Ketika kabar kematiannya tersiar, seluruh dunia seakan ikut mengantarkan kepergiannya menuju alam akhirat dengan derai air mata. Pemberitaan mengenai kematian tokoh King of The Pop yang kehidupan pribadinya kontroversial itu menghiasi koran-koran dan televisi disetiap kota dan negara. Halaman-halaman Facebook, twitter maupun sejumlah blog tidak ketinggalan dibanjiri oleh ucapan bela sungkawa para fansnya. The Moon Walker itu sekarang sudah tiada, konser yang seyogyanya diadakan bulan Juli 2009 pun secara otomatis berantakan.

Manusia bisa berencana, tetapi takdir akhir tetap ada ditangan Tuhan.
Dibalik semuanya ini, terlepas dari kesalehannya secara pribadi terhadap Allah semenjak ia menganut ajaran Islam dibulan Nopember 2008 lalu ataupun seluruh sepak terjangnya yang penuh gemerlap duniawi, Jacko telah menjadi bagian dari trend setter yang mengubah wajah dunia sejak ia memutuskan untuk tampil bersolo karir dibidang musik. Ia sejajar dengan tokoh-tokoh besar dunia lainnya seperti Thomas Alpha Edison, Bill Gates, Albert Einstein, Stephen Hawking dan lain sebagainya. Ia terlahir salah satunya mungkin dengan takdir mewarnai dunia melalui inovasi dan kreasinya dalam hal tarian, nyanyian, pikiran, pembuatan klip video, skandal dan seterusnya.

Ketiadaan seorang Jacko dipentas dunia ini 50 tahun yang lalu mungkin tidak akan membuat dunia menjadi seperti sekarang ini, minimal dalam bidang-bidang seni dan koreografi tertentu khasanahnya tidaklah sekaya ini. Samahalnya dengan ketiadaan dunia dari seorang Bill Gates, seorang Einstein, Bunda Theresa, Putri Diana dan lain-lainnya. Mereka orang-orang yang terlahir keatas dunia ini dengan mengemban tujuan-tujuan tertentu dari sang Maha Pencipta, memperkaya dan meningkatkan peradaban. Tidak ada ciptaan Tuhan yang terwujud secara sia-sia dan tanpa maksud. Bahkan untuk orang sekelas Hitler dan George Walker Bush atau boleh pula kita torehkan nama lain semisal Abu Jahal, Abu Lahab, Yudas Iskariot, Firaun, Namruz, Goliath, Ariel Sharon dan golongan-golongan lainnya yang menyerupai mereka.

Kita harus bijak menyikapi sebuah proses kelahiran dan kematian, lebih-lebih bila itu terjadi pada orang yang terkenal. Tidak pada tempatnya kita membandingkan kematian seorang ulama yang saleh tetapi tidak populis dengan seorang Michael Jackson atau Putri Diana yang nyata-nyata mendunia. Sebab bila kita melakukannya maka kita telah mengambil standar yang keliru.

Sudahlah sekarang kita tidak usah lagi memperdebatkan tentang baik dan buruk seorang Jacko, kenyataannya dia sudah wafat. Black or White Michael Jackson dipandangan mata kita, tetap tidak akan merubah status dia dihadapan Tuhan yang Maha Mengetahui Segala Rahasia. Jadi buat apalagi kita membuang energi dan waktu untuk itu ? Bukankah secara syar’i juga kita dilarang oleh Rasul untuk membicarakan keburukan orang yang sudah tiada ? Iya jika yang kita katakan dan kita publish kemasyarakat adalah hal yang benar, namun bila salah maka artinya kita sudah memfitnah.

Jadilah insan-insan yang cerdas syahadatnya … karena disanalah kearifan dan kematangan iman kita berada.

Berita kematian Michael Jackson adalah bagian dari sejarah yang memang sudah seharusnya terjadi diatas persada ini, tidak ubah dengan kejadian menangnya Sriwijaya FC dalam juara COPA Indonesia untuk kedua kali mengungguli Persipura atau juga huru-hara kampanye para Capres dan Wakilnya menjelang Pemilu Indonesia dibulan Juli 2009.

Maaf bila tulisan ini dianggap berlebihan dan menyita waktu anda membacanya … semua ini karena saya teringat pesan Nabi : Agama adalah nasehat.

Salamun ‘ala Manittaba’al Huda,

Nantikan Buku ke-4 saya : KECERDASAN SYAHADAT

Palembang,
Dalam kontemplasi Rajawali

ARMANSYAH

My FaceBook

Silahkan kunjungi Facebook saya di : http://www.facebook.com/armansyah

myfacebook

Segera Terbit Buku ke-4 Armansyah

SEGERA TERBIT :

BUKU KE-4 ARMANSYAH : “EVALUASI SPIRITUAL SALAH KAPRAH : Membangun Kecerdasan Syahadat & Jawaban Untuk Abu Sangkan”

SINOPSIS :

Era spiritual training telah mewabah dihampir setiap penjuru dunia tidak terkecuali Indonesia. Bertaburannya metode dan ragam pelatihan spiritual ini membuat prihatin beberapa pihak yang concern terhadap kemurnian ajaran Islam dari adanya penyimpangan yang bukan tidak mungkin terjadi. Satu dari pihak-pihak tadi adalah Al-Ustadz Abu Sangkan, seorang spiritualis berbasis tasawuf sekaligus juga penulis buku populer berjudu : “Berguru pada Allah” dan Pelatihan Sholat Khyusuk”.

Sebagai bentuk keprihatinannya, Ustadz Abu Sangkan menulis secara khusus sebuah buku yang membahas mengenainya dengan judul “Spiritual Salah Kaprah”. Dari banyak pandangan, komentar, tulisan maupun kritik beliau terhadap pelatihan spiritual ini ada sejumlah hal yang menimbulkan kritik balik. Diantaranya adalah mengenai defenisi dari spiritual itu sendiri, bentuk pelatihan sampai pada perbandingan antara pelatihan spiritual tradisional ala Imam Al-Ghazali dengan pelatihan spiritual ala modern kita sekarang termasuk pernyataan beliau yang saya anggap kontroversial yaitu training-training spiritual modern sekarang adalah bentuk pembodohan terhadap masyarakat. Sebuah kesimpulan yang tentunya masih perlu dievaluasi dan ditinjau ulang berdasarkan banyak kacamata.

Bahwa metode tasawuf sendiri masih banyak yang perlu dikaji ulang dalam proses kontemplasinya menuju kebahagiaan sejati “bercinta” dengan Allah sehingga  terlalu dini kita menghakimi bentuk “tarekat” lain diluarnya yang juga memiliki tujuan akhir yang sama.

Saya selaku penulis buku “Evaluasi Spiritual Salah Kaprah” tidak memiliki kaitan apapun dengan para pelaku training spiritual ditanah air ini. Tidak ada juga pretensi apapun dalam penulisan buku ini kecuali semangat untuk saling memberikan nasehat maupun evaluasi dalam kebaikan dan kebenaran sesuai dengan garis hukum yang ada didalam ajaran Islam.

Saya menghormati ustadz Abu Sangkan sebagai seorang muslim yang penuh dedikasi untuk kemaslahatan umat Islam dan satu dari para pemberi pencerahan terbaik yang pernah ada dinegeri ini. Namun adakalanya kasih sayang dan hormat kita tidak malah menjerumuskan orang itu sendiri hanya karena keengganan kita untuk memberikan evaluasi terhadap hal-hal yang sekiranya kita anggap belum benar. Untuk itulah saya memberanikan diri melakukannya dengan harapan agar kita semuanya dapat sama-sama menggapai keridhoan Allah didalam menjalankan fungsi dan tugas kekhalifahan kita diatas dunia ini. InsyaAllah.

Setiap hari kita bersyahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi ada berapa banyak dari kita yang benar-benar mampu mengaplikasikan syahadat itu dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk kontemplasi kecerdasan syahadatnya sendiri ?

Adakalanya kita berhadapan dengan musibah yang diluar prediksi kita, boleh jadi kita difitnah, terkena bencana alam, masuk kepenjara dan lain sebagainya. Tetapi apa langkah dan sikap kita ketika awal menerima ujian dari Allah itu ?

Marahkah, menangiskah, tertawakah ….

Itu tidak penting karena cuma ekspresi fisik yang mungkin terwujud oleh reaksi spontanitas emosional yang belum dewasa. Yang lebih utama adalah apa dan bagaimana jiwa kita menerimanya …. ikhlas ataukah tidak terhadap ketentuan Allah tersebut.

Saya akan berbagi dengan anda para pembaca buku “Evaluasi Spiritual Salah Kaprah”, berbagai pengalaman saya dari mulai menerobos segala takhayul ditanah jawa sampai berakhir didalam sebuah penjara yang pengap dan panas atas sebuah perbuatan yang tidak pernah saya lakukan hingga mengakhiri karir saya secara tiba-tiba.

Pastikan diri anda sudah termasuk dalam daftar pemesan buku “Evaluasi Spiritual Salah Kaprah”, buku ke-4 Armansyah.
Dapatkan juga ke-3 buku karya sebelumnya …

1. Rekonstruksi Sejarah Isa Al-Masih : Sebuah Pelurusan Sejarah & Jawaban untuk Dinasti Yesus
2. Jejak Nabi Palsu : Dari Mirza Ghulam Ahmad, Lia Aminuddin hingga Ahmad Musaddiq
3. Ramalan Imam Mahdi : Akankah ia datang pada 2015, sebuah jawaban untuk Jaber Bolushi