Dajjal (Revisi Catatan Kekinian)

Dalam teologi Islam khususnya berkenaan dengan nubuat akhir jaman, –meski tak ada dalam satu ayat al-Qur’anpun– terdapat informasi tentang kedatangan Dajjal. Hadist-hadist yang bercerita mengenai ini jumlahnya cukup banyak dan redaksinya bervariatif.

Eksistensi Dajjal tersebut cukup sering dipahami dalam bentuk dan wujud makhluk tertentu yang bermata satu (bahkan entah dapat darimana pula referensinya, kadang ilustrasinya ada yang ditambah dua tanduk dikepalanya). Selain bermata satu, Dajjal digambarkan memilki kekuatan supernatural dimana ia mampu mengelabui pandangan orang sehingga api terlihat bagaikan air dan air terlihat bagaikan api.

Dajjal mampu menghidupkan orang mati, mematikan orang hidup, menyuburkan pedataran yang tandus dan sejumlah hal-hal yang disifati adikodrati lainnya.

Sepintas lalu bila kita mengabaikan pemahamannya secara kritis, maka tidaklah heran membaca hadist-hadist terkait Dajjal pasti langsung mengimajinasikannya kedalam bentuk wujud makhluk tertentu. Apalagi bila membaca rujukan tambahan terkait kedatangan Imam Al-Mahdi dan juga Nabi ‘Isa al-Masih, tak ayal imaginasi sering mengantarkan ilustrasi kedalam dua sosok superhero bertempur melawan seekor monster yang ganas nan hebat.

Namun benarkah Dajjal ini adalah berupa sosok makhluk individual tertentu layaknya monster Doomsday dalam film Batman V Superman? Atau bak monster-monster dalam film-filmnya Ultraman hingga Megaloman?

 

Saya tidak melihatnya demikian.

Bahasa al-Qur’an dan Hadist terkadang banyak yang bersifat metafora. Berbentuk kiasan. Termasuk dalam hal Dajjal ini. Saya lebih menafsirkannya sebagai sebuah sistem yang diterapkan secara tidak adil khususnya terhadap komunitas Islam (bisa terhadap sebuah negara Islam maupun orang per-orangnya dari kaum Muslimin). Kepincangan cara pandang itulah yang disifati dalam inisial satu mata. Siapapun bisa melihatnya meski ia buta huruf sekalipun.

Akibat ketidak adilan ini maka siapapun yang memandang sistem tersebut akan dapat dengan mudah mengetahui bila ia merupakan suatu tatanan anti agama, anti kebenaran dan pastinya anti terhadap Islam. Disinilah penyifatan kata kafir pada kening Dajjal dalam berbagai hadist yang tersiar.

Sistem anti Islam ini dapat memanipulasi data dengan semua perangkat hukum, teknologi serta kekuasaan yang mereka miliki sehingga apa yang benar menjadi terlihat batil, sebaliknya sesuatu yang batil terlihat sebagai kebenaran.

Banyak orang terkecoh dengan rekayasa tersebut sehingga mereka menjatuhkan dirinya kedalam nilai-nilai tidak benar, bergabung dalam barisan kelompok kebatilan, kelompok penista agama, kelompok anti Islam sementara beberapa dari mereka masih berpikir bila pilihan sikapnya itu justru ada diatas jalan Tuhan. Ketika ayat-ayat al-Qur’an yang berupa hukum muhkamat dipelintir oleh kelompoknya sehingga menimbulkan gerakan perlawanan dari pejuang-pejuang kebenaran, dari para ulama, para ahli ilmu, mereka (yaitu orang-orang tadi) justru berada bersama barisan orang-orang yang menistakan al-Qur’an. Mereka mencemooh para pendekar kebenaran sebagai orang-orang tak ada kerjaan, orang-orang ekstrim, teroris dan berbagai sebutan penistaan lainnya.

Inilah api yang terlihat bagaikan air sementara mereka justru menghindar dari air yang sesungguhnya, yaitu air kebenaran.

Siapa yang mengingkari sistem ini bersiaplah untuk berhadapan secara frontal dengan budak-budak Dajjal yang menjadi operator misinya. Fitnah akan dihembuskan dengan sejuta satu pembenaran, baik berupa video, audio hingga kesaksian-kesaksian verbal. Pendeknya dijebak oleh sebuah permainan konspirasi tingkat tinggi. Bila dia negara Islam maka artinya dia siap untuk di invasi secara militer, di embargo secara ekonomi bahkan pimpinannya harus siap pula untuk ditembak mati atau diturunkan secara paksa seperti nasib Presiden Mursi di Mesir, Saddam Husain di Irak, Moammar Qhadafi di Libya hingga Erdogan di di Turki. Bila jalan-jalan ini tidak dimungkinkan untuk terjadi maka mempengaruhi orang-orang terdekat yang berkuasa menjadi pilihan. Ujungnya semua lawan politik ditangkap dengan tuduhan ini dan itu serta cepat maupun lambat kekuasaan berhasil diraih secara otoriter.

Rekayasa teknologi saat ini mampu menghadirkan cuaca buatan sampai tsunami palsu yang menghancurkan. Daerah yang kering dan tandus dapat “disulap” dengan perangkat teknologi menjadi penuh buah, subur, dingin… ibaratnya mereka menciptakan heaven in hell.

Armansyah, 22 Nop 2017
Ditulis ulang dengan beberapa perbaikan redaksi dan konteks politik kekinian dari tulisan-tulisan lawas pribadi tahun 2007a