Koleksi Nazwar Syamsu

Beberapa contoh koleksi Buku Nazwar Syamsu yang saya miliki

Beberapa contoh koleksi Buku Nazwar Syamsu yang saya miliki

 

Di informasikan pada rekan-rekan yang berminat pada buku-buku Nazwar Syamsu seri Tauhid dan Logika, bahwa dengan menyesal saya katakan bila mulai sekarang saya tidak bisa membantu lagi dalam hal mendapatkan foto copynya. Hal ini dikarenakan, koleksi Nazwar Syamsu saya ini sudah terlalu rapuh dan aus untuk terus mengalami foto copyan.

Buku-buku ini sudah lebih dari 100x di foto copy sejak 2008. Untuk itu saya mohonkan pengertiannya bagi para peminat tulisan Nazwar Syamsu yang masih sangat tinggi. Sebagai alternatif, silahkan bergabung di komunitas pesantren virtual buku-buku ns dihttp://www.facebook.com/groups/nazwarsyamsu/?ref=ts dan menghubungi salah satu sahabat saya yang menjadi admin disana, Handi Yawan.

Semoga bermanfaat.,

Bagi rekan-rekan yang belum pernah mendengar tentang Nazwar Syamsu, berikut saya sajikan sedikit profilenya.

Nazwar Syamsu, dia adalah orang kedua setelah A. Hassan Bandung yang banyak mendominasi cara saya memahami ajaran agama Islam. Nama Nazwar Syamsu pernah menghebohkan Indonesia diawal tahun 80-an melalui tulisan-tulisannya dalam seri buku Tauhid dan Logika serta berbagai kaset ceramahnya yang bagi segelintir orang dimasa itu terlalu ilmiah dan sulit diterima oleh pemikiran awam yang standar.

Dia sosok orang yang enggan -jika tidak mau disebut sebagai anti- terhadap penggunaan hadis-hadis Nabi, semua pemikiran dan hujjahnya menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan ilmu pengetahuan modern. Bagi saya pribadi, itu tidak menjadi hal yang penting dalam proses mengkaji nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam pemikirannya.

Saya ingat pesan dari Imam Ali bin Abu Thalib r.a :

Janganlah kamu mengenal dan mengikuti kebenaran karena ketokohannya, tetapi kenalilah kebenaran itu sendiri, niscaya kamu akan mengetahui siapa tokohnya.

Sejak awal saya tidak menanamkan rasa fanatisme kepada siapapun apalagi pada seorang A. Hassan dan Nazwar Syamsu termasukpun terhadap para perawi hadis sekelas Bukhari dan Muslim karena itu pula saya tidak banyak menemukan kendala dalam menentukan sikap dan cara memahami ajaran Islam secara universal. Adalah benar dalam berpikir dan berpendapat mengenai agama saya banyak merujuk pada ijtihad A. Hassan dan Nazwar Syamsu tetapi sayapun memiliki banyak perbedaan pemahaman dengan keduanya untuk hal-hal yang memang tidak bisa saya terima secara sehat.

Misalnya saya ambil satu contoh dimana A. Hassan menganggap Isa al-Masih masih hidup dilangit sementara Nazwar Syamsu menganggap Isa al-Masih sudah wafat tetapi itu setelah Isa diberangkatkan ke planet Venus, jadi Nabi Isa menurut Nazwar tidak meninggal dibumi ini. Saya pribadi menolak kedua pendapat tersebut, bagi saya Isa al-Masih sudah wafat dibumi ini jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw dan dalam hal ini mungkin saya lebih condong dengan pemahaman Ahmad Deedat serta jemaah Ahmadiyah (tetapi tidak untuk paham Mesianisme serta ketokohan Mirza Ghulam Ahmadnya).

Demikian sedikit pengantar dari saya, adapun profil mengenai Nazwar Syamsu dalam tulisan saya ini banyak diambil dari Majalah Tempo 24 Maret 1984.

selamat membaca …

Nama Nazwar Syamsu sempat menimbulkan alergi terhadap sejumlah kalangan dari umat Islam Indonesia antara awal tahun 80 hingga medio 84-an yang lalu, betapa tidak, dialah orang yang dengan beraninya menyebarkan pemahaman rasionalisme al-Qur’an ditengah masyarakat yang waktu itu masih bisa dikatakan sangat tabu untuk membahas ajaran agama secara bebas apalagi sampai pada tingkat ilmiah.

Tidak kurang mulai dari Majelis Ulama DKI Jakarta, Menteri Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga ke Jaksa Agung dan Menko Polkam mengeluarkan kecaman dan larangan keras atas penyebaran kaset dakwah karya Nazwar Syamsu yang diproduksi oleh penerbit Ghalia Indonesia. Jaksa Agung dalam keputusan pelarangan peredaran kaset tersebut menyebutkan bahwa kaset-kaset itu mengandung ajaran Ingkarsunnah yang pernah dilarang pemerintah sedangkan MUI DKI Jakarta menyebutkannya sebagai pengingkaran hadis.

Siapa sebenarnya Nazwar Syamsu ?

Dirinya tidak dikenal dikalangan ulama bahkan dia tidak pernah berkhotbah didepan mimbar masjid. Kadang ia terlihat dipinggir jalan dengan sandal kulitnya, masuk pasar sambil menenteng sesuatu atau makan ketupat dan mengobrol dengan siapa saja. Setamat Sekolah Desa, ia masuk HIS selama 3 tahun, pada tahun 1945 ia belajar ilmu falak pada Syaikh Muhammad Jamil Jambek di Bukit Tinggi dan tahun 1956 sempat belajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah selama 4 bulan. Ia seorang penggemar ilmu pengetahuan ruang angkasa. Ia meninggal dalam usia 65 tahun pada tanggal 20 November 1983.

Nazwar Syamsu pernah menjadi polisi sampai masa pensiunnya ditahun 1967, istrinya ada 3 orang tetapi setelah ia menikahi seorang janda beranak satu bernama Syafinah yang ahirnya memberikan kepadanya 4 orang anak, Nazwar Syamsu menceraikan ke-3 istrinya yang lain itu.

Sebelum memulai debut dakwah Tauhid dan logikanya, dijaman perang gerilya PRRI Nazwar Syamsu bermimpi bahwa ia hendak mandi disebuah sungai yang penuh najis, berulang-ulang dengan susah payah ia menyisihkan kotoran dan barulah diperolehnya air yang bersih. Ia pun bangun dan tidur lagi, katanya ia bermimpi lagi dan kali ini ia bertemu dengan sejumlah besar penghulu adat dengan segala pakaian kebesaran, terbangun lagi dan ia tidur lagi dan kini ia bermimpi melihat ribuan bintang berkilauan, alam jadi terang sekali tapi tiba-tiba kembali gelap.

“Agaknya Tuhan menuntut sesuatu dari hidup saya” katanya, tidak lama setelah itu lahirlah 2 brosurnya yang diterbitkan pustaka Sa’diah Padang Panjang. Untuk semua karyanya, konon ia tidak pernah meneken kontrak, “Diterbitkan saja sudah puas” katanya.

Adalah atas keinginan dari PT. Ghalia Indonesia Jakarta yang memberikan Nazwar Syamsu uang sejumlah Rp. 12 juta dan diberikan melalui anaknya tertua Fachruddin (anak Nazwar Syamsu total berjumlah 8 orang). Uang Rp. 6 juta diberikannya kepada anaknya itu dan sisanya dibelikan sebuah rumah tua ditanah seluas 9 m x 14 m tempat dimana Nazwar dan istri mudanya Syafinah plus anak-anak mereka hidup.

PT. Ghalia Indonesia menerbitkan buku-bukunya sejak tahun 1969, Direktur PT itu Lukmanulhakim mengaku tertarik dengan karyaNazwar Syamsu yang dianggapnya tepat untuk menghadapi kemajuan jaman. Lukmanul Hakim akhirnya menanggung biaya hidup semua keluarga Nazwar Syamsu dan dia jugalah yang memberangkatkan Nazwar Syamsu ketanah suci untuk berhaji.

Menurut Ketua Majelis Ulama Sumatera Barat ketika itu, Datuk Palimo Kayo, Nazwar Syamsu orang yang baik, suka menerima tamu meskipun sudah lewat tengah malam dan sangat suka menolong, bahkan Nazwar pernah menyumbang 1/2 juta kepada sebuah Madrasah ditempat itu yang bernama Thawalib. Ia tidak suka dipotret, alasannya ia takut jika sampai ada orang yang menjadikannya pujaan atau pergunjingan, “biasanya orang lebih menilai wajah daripada pikirannya”, begitu katanya suatu hari.

Diantara sejumlah pemikiran kontroversialnya misalnya ia menyebutkan bahwa Adam terbuat dari meteor yang diciptakan Allah disebuah planet bernama Muntaha yang lalu bersama istrinya dikirimkan kebumi dengan Barkah yang menyelamatkannya dari friksi dengan molekul udara atau yang mengapung diudara untuk pernapasannya sewaktu melayang diangkasa luas.

Tetapi terlepas dari semua itu, benarkah Nazwar Syamsu seorang yang Ingkarsunnah ?

Saya memiliki koleksi lengkap buku-buku seri Tauhid dan Logika karya beliau, dan memang tidak ada satupun hadis bisa dijumpai dalam buku-buku tersebut, semuanya penuh dengan al-Qur’an dan analisa ilmu pengetahuan alam, akan tetapi saat membaca bukunya berjudul : Islam tentang Puasa, Sholat dan Waktu, disana Nazwar Syamsu mengatakan bahwa sholat yang ia lakukan sama dengan yang dilakukan oleh umat Islam kebanyakan, sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang Syiah, orang-orang Sunni dan sebagainya, baginya itu adalah sunnah yang terpelihara secara turun temurun.

Dengan demikian Nazwar Syamsu tidak sepenuhnya bisa dikategorikan sebagai kaum Ingkarsunnah, hal ini ditegaskan lagi oleh Lukmanulhakim Direktur PT. Ghalia Indonesia waktu itu bahwa ia dan Nazwar Syamsu hanya mengingkari hadis bukan sunnah.

Hadis betapapun berarti ucapan, perbuatan atau sikap Nabi yang kemudian dituliskan dan praktis mempunyai daya ikat. Sedangkan sunnah adalah tradisi yang tentu saja lebih abstrak, ia bisa lebih merupakan sesuatu yang tidak selalu harus di-ikuti secara pas betul, yang diambil terutama adalah semangatnya.

Kembali kepada saya pribadi, fenomena Nazwar Syamsu adalah sesuatu yang wajar dalam pencarian jati diri kebenaran, mungkin banyak tulisannya atas keilmiahan al-Qur’an secara rasio dan logika bisa saya terima akan tetapi sikapnya yang menolak hadis justru bagi saya adalah hal yang sama sekali tidak bisa diterima dengan menggunakan standar rasio dan logika yang sama. Nazwar Syamsu ibarat menghunus pedang sampai tajam dan dengan garangnya dia menebas semua yang merintangi jalannya namun akhirnya pedang itu dia tujukan kedirinya sendiri. Saya sendiri masih suka menjalin komunikasi dengan salah satu putra beliau, Barli.