Bubarkan MUI ?

Bubarkan MUI ?

Disatu sisi, apa yang menjadi keprihatinan dari Adnan Buyung sekaitan aksi
anarkis dengan mengatas namakan agama, adalah juga menjadi keprihatinan saya
pribadi sebagai anak bangsa sekaligus seorang Muslim.

Disatu sisi yang berbeda, bahwa kekerasan tersebut tidak bisa dialamatkan
kepada MUI yang telah memberikan fatwa kesesatan suatu kelompok dan aliran
keagamaan yang ada dinegara ini.

Sebagai sebuah organisasi atau lembaga keagamaan yang didalamnya terdapat
orang-orang dengan kapabilitas ilmu dan pemahaman agama yang pastinya bisa
diperhitungkan, mereka tentu tidak sembarangan mengeluarkan fatwa-fatwa yang
dampaknya bisa meresahkan masyarakat.

Saya percaya untuk melakukan hal tersebut, ulama-ulama kita yang tergabung
di Majelis Ulama Indonesia, memerlukan kajian dan analisa mendalam serta
sebuah musyawarah sebelum mengeluarkan fatwa-fatwanya.

Bagaimanapun, keberadaan dari MUI dinegara yang mayoritas penduduknya Islam
ini harus tetap dipertahankan eksistensinya. Mereka -meskipun mungkin belum
optimal- adalah corong umat dalam menyuarakan nilai-nilai prinsipil dalam
akidah Islam yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak (baca: umat
Islam).

Masyarakat Indonesia ini “masih terlalu bodoh dan mudah dibodohi” oleh
hal-hal yang berbau syubhat (keraguan) serta kajian-kajian yang melibatkan
kecendikiawanan serta keilmuan secara global.

Masyarakat kita sampai hari ini terbukti masih begitu labil dalam beragama,
mudah dihasut, mudah digoyang hanya karena sebungkus mie goreng atau
penjabaran yang sok logika. Ditambah lagi untuk bisa mengetahui kandungan
unsur suatu zat didalam makanan yang beredar dipasaran menyangkut status
halal dan haramnya ?

Saya bukan orang MUI, saya juga bukan anak yang orang tuanya bekerja di MUI,
namun jelas, ucapan sembrono dari yang terhormat Bapak pengacara nan pintar
: Adnan Buyung Nasution itu sama sekali tidak bisa diterima dan harus
ditolak.

Tindakan anarkisme yang mengatas namakan agama bukan mutlak hanya dimiliki
oleh umat Islam semata, ini sesuatu yang sifatnya kondisionil dan relatif.
Artinya bisa ada dan terjadi dimana saja, pada siapa saja.

Kita lihat sejarah kelam gereja Katolik misalnya, merekapun pernah dan malah
terkadang dibeberapa belahan dunia masih terjadi, melakukan aksi-aksi yang
sama. Umpamanya dalam penanganan terhadap kelompok Protestan, kelompok
Yehovah, kelompok Yahudi, kelompok Islam dan sebagainya. Tidak usah terlalu
jauh mengambil fragmen sejarah diabad pertengahan, kita lihat saja kasus Da
Vinci Code yang hampir merenggut nyawa penulisnya karena ketidak senangan
kelompok Katolik atas Dan Brown yang dianggap menghujat Yesus dengan cerita
perkawinannya dengan Maria Magdalena (silahkan digoogling saja berita
detilnya).

Aksi-aksi semacam itu saya lihat lebih dipengaruhi oleh ketidak dewasaan
iman dan juga stabilitas ekonomi dimasyarakat.

Orang yang sehari-hari hidupnya telah dihiasi dengan susahnya antri minyak
tanah, banjir, merebaknya wabah penyakit, gaji yang tidak kunjung naik
sementara harga barang-barang kebutuhan pokok terus meroket sangat mudah
ditarik ulur tingkat emosionalnya, ditambah dengan minimnya pendidikan serta
pengetahuannya dibidang keagamaan.

Jangan menyalahkan MUI, tetapi salahkanlah terlebih dahulu elit politik yang
tidak mengayomi rakyatnya dengan baik dalam hal kebutuhan primer dan
skunder. Salahkanlah dulu kenapa dana BOS justru banyak disunat dengan
berbagai macam alasan. Salahkanlah dulu kenapa begitu banyak koruptor belum
ditangkap. Salahkanlah dulu kenapa masih banyak rakyat Indonesia ini miskin
dan tinggal ditempat-tempat kumuh.

MUI tidak salah, mereka tidak memberikan fatwa penyerangan serta bertindak
anarkis.
Mereka hanya memberikan fatwa dari sisi keilmuan agama yang memang harusnya
menjadi suatu kajian lebih jauh untuk para cendikiawan dan intelektual
muslim yang jujur dan obyektif.

Para pemuka agama yang menyerukan dan mewajibkan massanya melakukan tindak
anarkis itulah yang harusnya dimintai pertanggungan jawab secara hukum, baik
hukum negara maupun hukum-hukum syariat dengan mengacu pada al-Qur’an dan
percontohan oleh Rasulullah SAW.

On Dec 27, 2007 12:27 PM, Mas Aris Imoetz <aris.ha@gmail.com> wrote:
Adnan Buyung: Kekerasan Keagamaan Tanggung Jawab MUI

Pihak MUI dianggap harus bertanggung jawab atas maraknya tindak kekerasaan
keagamaan. Fatwa aliran sesat yang mereka keluarkan kerap berbuah aksi
penyerangan atas kelompok keyakinan tertentu.

Terkait itu, Adnan Buyung Nasution berpendapat sebaiknya lembaga MUI
sebaiknya dibubarkan. Wacana itu ia lemparkan dalam diskusi radio bertajuk
“Evaluasi toleransi beragama dalam pemerintahan SBY-JK”, Sabtu (22/12/2007),
di Kedai Tempo, Jl Utan Kayu, Jakarta.

“Saya pikir sudah saatnya MUI dibubarkan saja. Ini pendapat saya sebagai
pribadi lho,” ujar anggota Wantimpres yang juga pengacara senior ini.

Hal serupa juga dikemukakan mantan Presiden Gus Dur. Namun pendapat tokoh NU
yang kerap menyerang putusan MUI itu kini justru lebih lembut.

“Dari pada dibubarkan, sebaiknya diganti (jajaran pimpinan MUI) saja. Memang
MUI sering dipakai Depag kalau ada apa-apa,” ujarnya.

Peran tidak langsung MUI menyulut tindak kekerasan keagamaan menjadi isu
sentral pada sepanjang diskusi yang juga dihadiri wakil korban tindak
kekerasan keagamaan ini. Fakta di lapangan menunjukkan posisi fatwa MUI
kerap berada di atas konstitusi yang harusnya jadi rujukan utama aparat
pemerintahan dan penegak hukum.

Salah satu contohnya, pernyataan Jaksa Agung Hendarman Supanji yang menunggu
fatwa MUI untuk melakukan tindakan hukum terhadap kelompok keyakinan atau
aliran agama yang dianggap sesat. Ironisnya, amandemen UUD 45 justru
menguatkan jaminan setiap warga negara bebas untuk memeluk agama atau
keyakinannya.

“Saya pikir MUI tidak bisa lagi cuma mengatakan ‘fatwa kami bukan buat
menyulut kekerasaan’. Ini sebagai refleksi akhir tahun. Pimpinan MUI harus
bersuara. Jangan bersembunyi di balik keresahan masyarakat,” ujar Ketua
Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia.*
(lh/sss)*

http://www.detikhot.com/index.php/stuff.read/tahun/2007/bulan/12/tgl/…

**Adnan Buyung: Lawan Pemerintah Dong* *

Jakarta – Percuma saja hanya berkeluh kesah. Ahmadiyah, Al Qiyadah Al
Islamiyah dan aliran agama lain yang dianggap sesat seharusnya melawan
pemerintah dengan membela hak mereka beragama.
“Kalau cuma berkeluh kesah dan mengimbau, capek deh kita. Lawan dong ini
pemerintahan. Ada upaya hukum yang bisa ditempuh, bukan kekerasan,” ujar
anggota Wantimpres Adnan Buyung Nasution.
Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi bertajuk “Evaluasi toleransi
beragama dalam pemerintahan SBY-JK” di Kedai Tempo, Jl Utan Kayu, Jakarta,
Sabtu (22/12/2007) .
Adnan Buyung mengingatkan, RI adalah negara yang berlandaskan hukum. Itu
artinya semua warga negara punya kedudukan yang sama di mata hukum, termasuk
para anggota Ahmadiyah, Al Qiyadah, dan lainnya yang juga warga negara RI.
Di dalam amandemen UU 45, tutur dia, telah dikuatkan kebebasan beragama dan
memeluk keyakinan merupakan hak paling asasi setiap warga negara.
Konsekuensinya, aparat pemerintah berkewajiban melindungi dan menjamin
realisasi hak tersebut.
Ironisnya, lanjut Adnan Buyung, hal sebaliknya yang terjadi di lapangan. Di
dalam berbagai kasus tindak penyerangan dan kekerasan keagamaan belakangan
ini, justru para korban penyerangan dicap sesat dan dikenai proses hukum,
sementara penyerang malah bebas dari itu semua.
“Justru karena kita cinta negara ini, kita wajib mengingatkan pemerintah
yang sedang berkuasa untuk melaksanakan kewajibannya sesuai konstitusi. Maka
beranilah ajukan gugatan. Saya siap dampingi di mana pun berada,” kata
pengacara senior ini. * ( lh / sss ) *

http://jkt.detiknew s.com/index. php/detik. read/tahun/ 2007/bulan/
12/tgl/22/ time/120330/ idnews/869972/
idkanal/10<http://jkt.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/12/tgl…>

Pemerintah Cenderung Diam Dalam Kasus Kekerasan Terhadap Minoritas

— JAKARTA–MEDIA: Pemerintah seolah-olah diam dan cenderung melakukan
pembiaran terhadap tindak kekerasaan terhadap kebebasan memeluk agama dan
keyakinan di Indonesia. Jika pemerintah tidak berani menegakkan kebebasan
itu, dikhawatirkan akan memecahkan kesatuan NKRI dan runtuhnya sendi-sendi
kebangsaan.
Demikian disampaikan Sekretaris Eksekutif PGGI Pendeta Gomar Gultom, Ketua
Umum ICRP Musdah Mulia, Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim, Tokoh Nasional
Abdurrahman Wahid, dan Praktisi Senior Hukum Adnan Buyung Nasution dalam
diskusi Evaluasi Toleransi Beragama dalam Pemerintahan SBY-JK di Radio KRH
68 H Utan Kayu, Jakarta Timur, Sabtu (22/12).
Menurut Pendeta Gultom, pembiaran ini terlihat dari lemahnya perlindungan
aparat hukum terhadap kelompok yang dicap aliran sesat oleh sejumlah ormas
masyarakat saat ini. Ia menambahkan aparat bahkan cenderung ikut mengamankan
dan menahan para penganut aliran minoritas itu.

Selain itu, Gultom memaparkan ketidak mampuan pemerintah melindungi
kebebasan beragama juga dialami kelompok agama besar yang diakui pemerintah.
Ia menjelaskan selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, aparat
juga tidak mampu mencegah terjadinya proses pengrusakan rumah ibadat.
“Tercatat ada 108 gereja yang dirusak selama era SBY dari tahun 2004 ini,”
tandasnya.

Melihat kondisi itu, Musdah dalam kesempatan ini menilai pemerintah tidak
berhasil melindungi hak kebebasan beragama yang diatur dalam konstitusi
amandemen UUD 45 pasal 28 E. Ia melihat pemerintah lebih tunduk pada fatwa
organisasi informal seperti MUI daripada konstitusi.
“Misalnya, Kejaksaan Agung masih mengikuti Fatwa MUI dalam mengambil
tindakan. Ini berarti negara melakukan kesalahan besar,” ungkapnya.
Fakta senada juga disampaikan Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim. Menurutnya,
dalam tiga tahun terakhir masih banyak terjadi kekerasan dan tekanan yang
dialami para penganut aliran minoritas. Contoh terbaru, paparnya, seperti
kasus penusukan dan pengrusakan tempat ibadah jemaat Ahamadiyah di Kuningan,
Jawa Barat, serta penangkapan dan penyerangan terhadap pengikut Alqiyadah
belum lama ini.
“Semua ini mengarahkan pertanyaan, di mana peran negara dalam melindungi
masyarakatnya, ” sesalnya.

Dalam kesempatan itu, Komnas HAM meragukan argumen tindak kekerasan
keagamaan merupakan aksi spontan warga sekitar. Menurutnya, ada kelompok
tertentu yang diduga kuat menunggangi dan menjadi motor penggerak aksi
kekerasan tersebut. “Dari kasus beruntun di Kuningan, Serang, dan
Tasikmalaya, pelakunya sama saja. Diketahui beberapa tokohnya itu-itu saja,”
ujarnya.
Sementara itu, Adnan Buyung mengajak para penganut aliran minoritas yang
mengalami kekerasaan itu untuk berani melawan negara lewat jalur koridor
hukum yang telah diatur dalam konstitusi. Menurutnya, di dalam amandemen UU
45 telah ditegaskan kebebasan beragama dan memeluk keyakinan merupakan hak
paling asasi setiap warga negara.
Konsekuensinya, tandasnya, aparat pemerintah berkewajiban melindungi dan
menjamin realisasi hak tersebut. Namun, lanjut Adnan, ironisnya di lapangan
dalam berbagai kasus tindak penyerangan dan kekerasan keagamaan belakangan
ini para korban penyerangan dicap sesat dan dikenai proses hukum.

“Padahal semua warga negara punya kedudukan yang sama di mata hukum,
termasuk para anggota Ahmadiyah, Al Qiyadah. Jadi lawan dong pemerintahan.
Ada upaya hukum yang bisa ditempuh, bukan balik melawan lewat kekerasan,”
cetusnya sambil menegaskan kesediaanya mendampingi para penganut aliran
minoritas yang menjadi korban dan ingin mengajukan gugatan hukum kepada
negara.
Terkait masalah ini, mantan Presiden Gusdur menjelaskan hingga saat ini ada
3149 Perda yang bertentangan dengan hak kebebasan menjalankan keyakinan
sesuai yang diatur dalam konstitusi amendemen UUD 1945. Kondisi ini,
lanjutnya, ditambah sikap pemerintah yang mengekor pada Fatwa Sesat MUI
menunjukkan ketakutan pemerintah terhadap tekanan ormas yang berbasis agama
tersebut.
“SBY harus kembali menunjukkan komitmennya untuk melindungi hak kebebasan
beragama yang diatur dalam konstitusi,” ujarnya. (NU/OL-03)

http://www.mediaindonesia.com/berita.asp?id=153121

Pemerintah Gagal Jamin Kebeasan Beragama

JAKARTA – Kebijakan pemerintah dalam menjamin kebebasan beragama mendapatkan
sorotan dari beberapa tokoh. Kekerasan terhadap penganut aliran agama
tertentu yang marak akhir-akhir ini dianggap karena ketidakmampuan
pemerintah melindungi warga. “Pemerintah telah gagal,” ujar Ketua Umum Dewan
Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di sela diskusi Evaluasi
Toleransi Beragama dalam Pemerintahan SBY-JK di Jakarta kemarin (22/12).

Menurut Gus Dur, pemerintah cenderung membiarkan terjadinya berbagai
kekerasan agama, terutama terhadap kelompok-kelompok minoritas. Para pelaku
tidak pernah diproses, apalagi ditangkap. Padahal, kata dia, UUD 1945
jelas-jelas melindungi hak beragama warga negara.

“Karena itu, perombakan untuk perbaikan hanya bisa dilakukan dengan
mengganti pemerintahan,” tegas mantan ketua umum PB NU tersebut. Menurut Gus
Dur, selama sejarah, baru kali kali ini pemerintah lebih tunduk pada
kelompok tertentu, bukan pada Pancasila atau konstitusi dasar lainnya.

Gus Dur menyebut MUI (Majelis Ulama Indonesia) ikut berperan secara tidak
langsung dalam peristiwa kekerasan terhadap penganut aliran agama itu.
Misalnya, penyerangan dan perusakan masjid milik jamaah Ahmadiyah di
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Selasa (18/12). “Mereka merusak kan berbekal
fatwa sesat dari MUI. Jadi, bubarkan saja lembaga itu,” kritik Gus Dur.

Ungkapan keprihatinan juga disampaikan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden
(Wantimpres) Adnan Buyung Nasution. “Negara hukum kita sudah kacau. UUD bisa
kalah dengan fatwa,” tegasnya.

Padahal, kata Adnan, MUI tak ubahnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
dibiayai pemerintah. “Saya turut menyayangkan pemerintah yang bisa begitu
lemah di hadapan MUI,” kata pendiri YLBHI itu. Meski demikian, pakar hukum
berambut putih tersebut juga mengkritik Ahmadiyah ataupun beberapa lembaga
yang selama ini menjadi korban kekerasan. Menurut Adnan, mereka tidak boleh
hanya bisa mengeluh. Para korban itu harus bertindak, namun tidak dengan
ikut-ikutan melakukan kekerasan.

“Lawan pemerintah, gugat melalui proses hukum. Saya akan mendampingi di mana
pun berada,” tandasnya. Dia mengatakan, pemerintah daerah, kepolisian,
hingga kejaksaan pantas dituntut karena cenderung membiarkan berbagai
kekerasan terjadi.

“Saya ragu, apakah sendi-sendi kebangsaan kita bisa bertahan kalau perbedaan
agama dan kepercayaan masih jadi masalah,” tambah Sekretaris Eksekutif PGGI
Pdt Gomar Gultom, yang turut hadir dalam diskusi tersebut. (dyn/oni)

http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=318338



Salamun ‘ala manittaba al Huda
ARMANSYAH
http://armansyah.swaramuslim.net
https://arsiparmansyah.wordpress.com
http://rekonstruksisejarahisaalmasih.wordpress.com
http://jejakpararasulsetelahmuhammad.wordpress.com/

Gambar & Animasi Masjidil Haram 3 Dimensi

Assalamu’alaykum Wr. Wb.,

Mungkin ada diantara rekan-rekan yang belum tahu situs yang menyediakan image 3 Dimensi dari Ka’bah dan Masjidil Haram berikut animasinya dalam format MP4, maka silahkan berkunjung dan mengaksesnya dialamat ini : http://www.3dkabah.com/ (untuk Images) dan http://homepage.mac.com/abidshussain/FileSharing2.html (untuk animasi 3 Dimensi MP4).

Semoga bermanfaat.


Salamun ‘ala manittaba al Huda

ARMANSYAH
http://armansyah.swaramuslim.net
https://arsiparmansyah.wordpress.com
http://rekonstruksisejarahisaalmasih.wordpress.com
http://jejakpararasulsetelahmuhammad.wordpress.com/

Fatwa MUI tentang Natal

LOGO MUI

Sumber : http://media.isnet.org/antar/etc/NatalMUI1981.html
Fatwa  MUI bisa juga dibaca di website resmi MUI disini :

KEPUTUSAN KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA  

Memperhatikan:
1. Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka sama dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw.

2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan bahkan duduk dalam kepanitiaan Natal.

3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan Ibadah.  

Menimbang:

1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.

2. Ummat Islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan Ibadahnya dengan Aqidah dan Ibadah agama lain.

3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Swt.

4. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar ummat Beragama di Indonesia.  

Meneliti kembali:

Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:

A. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas: Al Hujarat: i3; Lukman:15; Mumtahanah: 8 *).

B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain, berdasarkan Al Kafirun: 1-6; Al Baqarah: 42.*)

C. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi yang lain, berdasarkan: Maryam: 30-32; Al Maidah:75; Al Baqarah: 285.*)

D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Al Masih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan: Al Maidah:72-73; At Taubah:30.*)

E. Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan kepada Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab Tidak. Hal itu berdasarkan atas Al Maidah: 116-118.*)

F. Islam mengajarkan bahwa Allah Swt itu hanya satu, berdasarkan atas: Al Ikhlas 1-4.*)

G. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Swt serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas: hadits Nabi dari Numan bin Basyir (yang artinya):

Sesungguhnya apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang haran itu pun telah jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti haram ), kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah Agamanya dan kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka mungkin sekali binatang itu makan di daerah larangan itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkanNya (oleh karena itu yang haram jangan didekati).  

Majelis Ulama Indonesia MEMFATWAKAN:

1. Perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.

2. Mengikuti upacara natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.

3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Swt dianjurkan untuk (dalam garis miring): tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.

Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H./ 7 Maret 1981

M. KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua (K.H.M. Syukri Ghozali),
Sekretaris (Drs. H. Masudi)  

——– *)
Catatan: Dalam fatwa itu, ayat-ayar Al Quraan yang disebutkan tadi ditulis lengkap dalam Bhs Arab dan terjemahannya, Bhs Indonesia.