Berikut saya coba ringkaskan sebuah artikel menarik dari kajian Sayyid Quthb dalam Mukadimah bukunya : Tafsir Fi Zhilalil Qur’an ( Dibawah naungan Qur’an ) Jilid 1 halaman 20 s/d halaman 25 terbitan Gema Insani tahun 2000.
Kembali kepada Allah, Makna dan Aplikasinya
Akhirnya sampailah aku dalam masa hidupku -dibawah naungan al-Qur’an- kepada keyakinan yang pasti bahwa tidak ada kebaikan dan kedamaian bagi bumi ini, tidak ada kesenangan bagi kemanusiaan, tidak ada ketenangan bagi manusia, tidak ada ketinggian, keberkahan dan kesucian dan tidak ada keharmonisan antara undang-undang alam dengan fitrah kehidupan melainkan dengan kembali kepada Allah.
Kembali kepada Allah -sebagaimana yang tampak didalam bayang-bayang al-Qur’an- memiliki satu bentuk dan satu jalan.
Hanya satu, tidak ada yang lain, yang mengembalikan semua kehidupan kepada Manhaj Allah yang telah ditulis-Nya didalam kitab-Nya yang mulia bagi kemanusiaan, yaitu dengan menjadikan kitab ini sebagai pengatur didalam kehidupannya dan berhukum kepadanya didalam semua urusannya.
Kalau tidak begitu, kerusakanlah yang akan terjadi dimuka bumi, kesengsaraan bagi manusia, terbenam kedalam lumpur dan kejahiliyahan yang menyembah nafsu selain Allah.
Sesungguhnya berpedoman kepada manhaj Allah didalam kitab-Nya itu bukanlah perkara sunnah, tathawwu’ atau boleh memilih, tetapi ia adalah iman. Kalau tidak mau, tidak ada iman bagi yang bersangkutan.
” Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak ( pula ) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka ” – Qs. al-Ahzaab : 36
” Kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat ( peraturan ) dari urusan itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun ( azab Allah ). Dan sesungguhnya orang-orang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung bagi orang-orang yang bertakwa ” – Qs. al-Jaatsiyah : 18-19
Kalau begitu, urusan ini sangat serius.
Itu adalah urusan akidah sejak dari dasarnya, kemudian urusan kebahagiaan atau kesengsaraan manusia.
Sesungguhnya manusia yang diciptakan Allah ini tidak dapat membuka gembok-gembok fitrahnya kecuali dengan menggunakan kunci ciptaan Allah, dan tidak akan dapat mengobati penyakit-penyakit fitrah itu kecuali dengan obat yang dibuat oleh tangan Allah.
Allah telah menjadikan manhaj-Nya sebagai kunci gembok dan obat bagi semua penyakitnya.
” Dan Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman ” – Qs. al-Israa : 82
” Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus ” – Qs. al-Israa : 9
Akan tetapi manusia tidak ingin mengembalikan gembok ini kepada penciptanya, tidak ingin membawa sisakit kepada penciptanya, tidak mau menempuh jalan sesuai dengan urusan dirinya, urusan kemanusiaannya, dan mana urusan yang sekiranya membawanya bahagia atau sengsara.
Ia tidak terbiasa menempuhnya dengan mempergunakan segenap sarana dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya yang kecil-kecil, padahal ia tahu bahwa untuk memperbaiki alat-alat itu diperlukan insinyur yang membuatnya.
Tetapi kaidah ini tidak diterapkan bagi kehidupan manusia itu sendiri, yaitu dikembalikan kepada pabrik yang memproduksinya dan tidak mau bertanya kepada orang-orang yang membuat alat-alat yang mengagumkan itu, yaitu organ-organ manusia yang agung dan mulia, yang halus dan lembut, yang tidak ada yang mengetahui saluran-salurannya dan jalan-jalan masuknya yang membuatnya dan menciptakannya.
” Sesungguhnya Dia maha mengetahui segala isi hati. Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui, padahal Dia maha halus lagi maha mengetahui ? ” – Qs. al-Mulk 13:14
Islam mengendalikan dengan al-Qur’an ini dengan konsep-konsep baru yang dibawa oleh al-Qur’an dan dengan syariat yang dikembangan dari konsep ini. Yang demikian ini melahirkan manusia-manusia yang lebih agung daripada kelahirannya sendiri secara fisik.
al-Qur’an telah melahirkan bagi manusia pandangan yang baru tentang alam dan kehidupan ini, tentang nilai dan tatanan, sebagaimana ia telah melahirkan bagi kemanusiaan sebuah realitas sosial yang unik, yang menjadi mulia hanya semata-mata konsepsinya sebelum ditumbuhkan sebagai manusia baru oleh al-Qur’an.
Ya, sebuah realitas sosial yang bersih dan indah, yang agung dan luhur , yang lapang dan toleran, yang realistis dan positip, yang seimbang dan harmonis, yang sama sekali tidak terbayang dalam hati manusia seandainya Allah tidak menghendakinya dan merealisasikannya dalam kehidupan mereka, dibawah naungan al-Qur’an, dibawah bayang-bayang al-Qur’an, manhaj al-Qur’an dan syariat al-Qur’an.
Setelah itu, terjadilah bencana yang membinasakan.
Islam terjauh dari kepemimpinan, terjauh darinya, dan digantikan oleh kejahiliyahan pada kali lain, dalam berbagai bentuk dan wujudnya, dalam bentuk materialisme yang dikagumi manusia sekarang sebagaimana kagumnya anak-anak kecil terhadap pakaian berlukisan dan mainan yang warna-warni.
Disana ada sekelompok orang yang sesat dan menyesatkan, yang menipu dan menjadi musuh kemanusiaan. Mereka menaruh manhaj ilahi dalam satu piringan timbangan dan teori buatan manusia dalam dunia materi pada piringan timbangan yang lain, kemudian mereka berkata : ” Inilah pilihanku! Pilihanku adalah manhaj Ilahi bagi kehidupan dan meninggalkan segala sesuatu hasil pemikiran manusia dalam dunia materi. ; Atau, mempergunakan hasil pengetahuan manusia dengan menjauhi manhaj ilahi !! “
Ini daya yang tercela dan busuk !
Masalahnya tidak demikian.
Manhaj ilahi tidak memusuhi kreativitas manusia, tetapi ia justru memberi inspirasi terhadap kreasi ini dan mengarahkannya kepada yang benar, dan mendorongnya untuk menempati posisinya sebagai khalifah dimuka bumi, suatu posisi yang diberikan Allah kepadanya, dikuasakan-Nya mereka terhadapnya, dan diberi-Nya kemampuan dan potensi untuk menunaikan tugas-tugasnya, ditundukkan-Nya alam dengan undang-undangnya sehingga dapat menunjang perwujudan tugasnya, dan diatur-Nya penciptaan manusia dengan penciptaan alam sehingga mereka dapat menguasai kehidupan, kerja dan kreasi.
Sementara berkreasi itu sendiri merupakan ibadah kepada Allah, sebagai salah satu cara untuk mensyukuri nikmat-Nya yang amat besar dam sebagai syarat pelaksanaan janji kekhalifahan itu sendiri, yaitu hendaklah mereka beramal dan bergerak serta berdaya upaya dalam bingkai keridhoan Allah.
Adapula golongan lain yang tidak berkurang niat baiknya, tetapi pengetahuannya tidak memadai dan tidak mendalam. Mereka menjadikan suatu lapangan bagi hukum alam dan suatu lapangan lain bagi nilai-nilai keimanan, memisahkan kerjanya dan dampak nyatanya dala alam dan realitas kehidupan.
Ini adalah suatu kesalahan, ini adalah pemisahan antara dua macam sunnah Allah yang pada hakekatnya tidak terpisah. Nilai-nilai iman adalah sebagian dari sunnah Allah dialam semesta, sama dengan hukum-hukum Islam. Hasilnya saling berhubungan dan berkaitan. Tidak ada alasan untuk memisahkannya ( sekularisasi ) dalam hati dan pikiran seorang mukmin.
Inilah gambaran yang benar yang ditimbulkan oleh al-Qur’an didalam jiwa ketika jiwa itu hidup dibawah naungan al-Qur’an. Fi Zhilalil Qur’an.
Iman kepada Allah, beribadah kepada-Nya secara istiqomah dan memberlakukan syariat-Nya dimuka bumi, semuanya adalah melaksanakan sunnah-sunnah Allah, yaitu sunnah-sunnah yang aktif dan positip, yang bersumber dari semua sunnah Kauniyah ” hukum alam ” yang kita lihat bekasnya yang nyata dengan indra dan pengalaman kita.
Syariat Allah bagi manusia merupakan salah satu bagian dari undang-undang-Nya yang menyeluruh dialam semesta. Pelaksanaan syariat ini pasti memiliki dampak yang positip didalam menyerasikan perjalanan hidup manusia dengan perjalanan alam semesta.
Syariat saling melengkapi dengan konsep Islam yang menyeluruh terhadap wujud yang besar dan eksistensi manusia, serta apa yang ditimbulkan oleh konsepsi ini, yaitu ketakwaan hati, kesucian perasaan, besarnya kemauan, akhlak yang luhur dan perilaku yang lurus.
Tampak pula keharmonisan dan keserasian diantara sunnah-sunnah Allah, baik yang kita sebut hukum alam maupun nilai-nilai iman. Masing-masing adalah bagian dari sunnah Allah yang komplet terhadap alam wujud ini.
Manusia juga termasuk salah satu kekuatan alam, dengan kerjanya dan iradahnya, iman dan kesalehannya, ibadah dan aktivitasnya. Dan mereka juga merupakan kekuatan yang memiliki dampak positip dalam alam wujud ini, yang berkaitan dengan sunnah Allah yang komprehensif bagi alam ini. Semuanya bekerja secara teratur dan harmonis, serta menghasilkan buah yang sempurna ketika bertemu dan berpadu.
Akan tetapi ia akan menimbulkan dampak yang merusak dan menggoncangkan, merusak kehidupan, menyebarkan kesengsaraan dan nestapa diantara manusia apabila berpisah dan berbenturan.
Karena itu, terjadilah hubungan yang erat antara amalan manusia dan perasaannya dengan terjadinya peristiwa-peristiwa alam dalam bingkai sunnah ilahiah yang meliputi seluruhnya.
Wassalamu’alaykum Wr, Wb.,
ARMANSYAH
Filed under: Tulisan | 3 Comments »
You must be logged in to post a comment.