Tafsir Al-Baqarah ayat 1
Oleh : Armansyah
Penulis buku “Rekonstruksi Sejarah Isa al-Masih” & “Jejak Nabi Palsu”
——————————————————–
Terjemahan : Alief – Lam – Miem
Alief adalah abjad pertama dalam huruf Hijaiyyah sedangkan berturut-turut Lam dan Miem merupakan abjad ke-23 dan ke-24 dalam susunan huruf Hijaiyyah.
Para penafsir al-Qur’an terbagi atas beberapa bagian dalam memahami ayat pertama dari surah al-Baqarah ini, sebagaimana bisa dibaca juga dalam penjelasan al-Qur’an terbitan Departemen Agama Republik Indonesia :
Diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu. ( al-Qur’an dan terjemahnya Edisi Revisi 1989, Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta Penerbit Gema Risalah Press Bandung hal. 8)
A. Hassan sendiri dalam Tafsir al-Furqonnya pada halaman 2 footnote 9 yang merupakan penjelasan dari ayat ini menulis :
Menurut sebahagian dari tafsir-tafsir, bahwa :
a. Alief itu ringkasan atau potongan huruf dari kalimah Allah atau Ana ( artinya AKU )
b. Lam itu ringkasan atau potongan huruf Jibril, Allah atau Latief ( Maha Halus )
c. Miem itu ringkasan atau potongan huruf dari Muhammad, A’lam ( Maha Mengetahui ) atau Majid ( Maha Mulia )
Sehingga kata-kata Alief-Lam-Miem bisa berartikan :
a. Allah, Jibril, Muhammad
b. Aku, Allah, Yang Maha Mengetahui
c. Allah, Yang Maha Halus, Yang Maha Mulia
Jadi maksudnya bahwa :
a. Qur’an ini dari Allah kepada Jibril kepada Muhammad
b. Qur’an ini dari-Ku, Allah, yang Maha Mengetahui
c. Qur’an ini dari Allah, Maha Halus dan Maha Mulia
( Sumber : Tafsir al-Furqon, A. Hassan terbitan Persatuan Islam Bangil 26 April 1956 / 15 Ramadhan 1375 H )
Dalam buku : Pengantar Fenomenologi al-Qur’an karya Lukman Abdul Qohar Sumabrata dkk halaman 83 dan 84 menuliskan bahwa huruf Alief merupakan makna simbolis dari Otak atau pribadi, huruf Lam merupakan simbol dari Manusia/Tubuh dan huruf Miem merupakan simbol dari Mata Rantai atau kaitan.
Pada halaman 93 s/d 99 kemudian dipaparkan tentang keberadaan 29 surat yang memiliki ayat-ayat penggalan sejenis dari total 6236 jumlah ayat al-Qur’an. Yang mana menurut penulis buku ini, adanya huruf-huruf singkat ( yang mirip sandi ) tersebut selalu menjadi persoalan karena menyimpang dari kaidah gramatika bahasa arab. Sehingga lalu menimbulkan kesimpulan bahwa ini merupakan huruf-huruf simbolik yang memiliki makna tersendiri yang membutuhkan penterjemahan kedalam bahasa konvensi yang bersifat verbal.
Disamping itu pemaknaan secara simbolik dalam hubungan ini juga dilakukan atas dasar model rasionalitas tertentu, yang tidak bersifat ad-hoc ( sepotong-potong ). Salah satunya dengan cara mengkorelasikan antara satu sandi dengan sandi lain yang ada dalam al-Qur’an. ( 28 surat lain yang memiliki ayat-ayat sejenis adalah : Ali Imron, al-A’raaf, Yuunus, Huud, Yuusuf, Ar-Ra’du, Ibrahim, al-Hijr, Maryam, Thaha, asy-Syu’ara, an-Naml, al-Qashash, al-‘Ankabut, ar-Ruum, Luqman, as-Sajdah, Yaa-siin, Shaad, al-Mu’min, al-Fushilat, asy-Syuuraa, az-Zuhruuf, ad-Dukhan, al-Jatsiyah, al-Ahqaaf, Qaaf dan al-Qolam ).
Dalam al-Baqarah, ayat pertamanya adalah huruf Alief ( disusul Lam dan Miem ).
Angka satu ( yaitu mengacu pada nomor ayat yang pertama ( 1 ) ) sama dengan huruf Alief yang artinya otak atau pribadi. Jelaslah disini bahwa huruf al-Qur’an merupakan simbol dari sesuatu yang harus diolah oleh otak dan dijadikan agenda atau bahan pemikiran bagi manusia.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. -Qs. 2 al-Baqarah: 266
Seterusnya, kausalitas dalam suatu rangkaian peristiwa yang berlaku dapat di-identifikasi, bahkan dapat diukur melalui perhitungan tertentu sebab-sebab dan berbagai variabel yang mendukungnya.
( Lihat : Pengantar Fenomenologi al-Qur’an, Dimensi keilmuan dibalik Mushaf Utsmani karya Lukman Abdul Qohar Sumabrata, Dr. Lukman Saksono MSc dan Drs. Anharudin terbitan Grafikatama Jaya )
Lain pula dengan apa yang disampaikan oleh Abu Abdurrahman as-Salmi sebagaimana dikutip oleh Dr. Muhammad Husein adz-Dzahabi dalam bukunya : Penyimpangan-penyimpangan dalam penafsiran al-Qur’an terbitan Rajawali Pers halaman 105-106:
Merupakan kombinasi dari Alief yang artinya aliful wahdaniyah ( ke-esaan ), huruf Lam adalah Lamul luthfi ( kelembutan ) dan huruf Miem adalah Miemul Mulki ( kerajaan ), sehingga pengertiannya : siapa saja yang dapat menemukan diri-Ku secara hakekat dengan jalan memutuskan hubungan dan keinginan yang bersifat duniawi akan aku Kasihi … Aku akan membebaskannya dari status budak dan menempatkannya pada martabat yang tertinggi ; artinya berhubungan dengan Allah, pemilik semua kerajaan.
Selanjutnya Abu Abdurrahman as-Salmi mengatakan :
mempunyai makna : Alief berarti cucilah batinmu, Lam berarti anggota-anggota tubuhmu dimaksudkan untuk beribadah kepada-Ku dan Miem berarti berbuatlah bersama-Ku untuk mengubah bentuk dan sifat-sifatmu. Aku akan menghiasimu dengan sifat-sifat senang berada bersama-Ku, menyaksikan Aku dan berdekatan dengan-Ku.
Bagaimanapun, penafsiran dari as-Salimi ini penuh metafora dan nuansa sufistiknya kental sekali sehingga bisa membuat bingung orang-orang awam yang mencoba mempelajari maksud dari kata-kata agungnya tersebut.
Pada akhirnya, ketiga huruf Hijaiyyah dalam ayat pertama surah al-Baqarah ini menjadi sebuah isyarat kepada manusia, khususnya orang-orang yang beriman untuk mau terus belajar dan mengkaji apa-apa yang sudah diwahyukan kepadanya sebagai suatu tuntunan dalam menempuh hidup dan kehidupan didunia ini.; al-Qur’an diturunkan bukan untuk Tuhan, al-Qur’an diwahyukan bukan untuk menjadi mantera-mantera sebagaimana ada di film-film misteri ditelevisi, tetapi al-Qur’an diwahyukan agar manusia ini tidak menghambat otaknya dalam memikirkan ayat-ayat Allah sehingga benar-benar bisa menjadikannya pedoman.
Huruf Alief yang berdiri tegak menyerupai pilar penyanggah dalam suatu bangunan yang tanpanya maka bangunan apapun tidak akan pernah bisa berdiri, Alief bisa jadi sebuah cermin kemandirian, keteguhan dan kesetiaan ( bukankah Alief yang menyerupai angka 1 ini juga merupakan huruf pertama yang menyusun kata-kata Allah dan bukankah huruf Alief ini juga simbol dari ke-esaan Allah yang artinya bentuk pengakuan akan keberadaan satu-satunya Tuhan dalam konsep Islam dan prinsip Tauhid adalah melarang menjadikan yang lain sebagai Tuhan ? inilah sebuah pengajaran akan kesetiaan, keloyalitasan dan pengabdian yang sebenarnya )
Huruf Lam yang bagaikan cangkul seakan mengisyaratkan keharusan untuk menggali dan terus menggali ilmu-ilmunya Allah yang tersebar tidak hanya dalam wujud tekstualitas mushaf al-Qur’an namun juga semua ilmu yang ada disemesta raya sebagai tanda-tanda yang harusnya membuat manusia semakin mawas diri.
Sedangkan huruf Miem bagaikan sebuah mata rantai yang bisa mengikat huruf Hijaiyyah apa saja, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa hurufdapat berada pada posisi manapun, ditengah didepan ataupun diakhir. Ini seperti yang diungkapkan oleh L.A.Q.Sumabrata tidak ubahnya penggambaran akan sebuah peristiwa bisa merupakan sebab dari peristiwa berikutnya maupun akibat dari peristiwa sebelumnya.
Saya pernah menjelaskan hal ini secara panjang lebar ketika berbicara masalah takdir. Dimana dalam tulisan itu saya menyatakan bahwa takdir masing-masing orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Coba anda bayangkan, bila saja orang yang bernama Thomas Alpha Edison, James Watt, Abraham Lincoln Bell, Bill Gates tidak pernah terlahir didunia ini atau katakanlah mereka terlahir namun tidak menjadi seperti sekarang ini … kira-kira, apakah saat ini kita bisa saling berkenalan seperti ini melalui internet ? Apakah kira-kira peradaban kita sekarang ini sama seperti yang kita jalani saat ini ?
Jawabnya tidak !
Oleh karena mereka ada dan oleh karena hasil kreatifitas mereka maka dunia bisa menjadi seperti ini, kita tidak perlu lagi berkirim surat melalui burung merpati, kita tidak juga perlu lagi mempelajari ilmu telepati karena kehadiran pesawat telepon yang membuat komunikasi bisa terjadi antara 2 orang atau lebih dari tempat yang sangat berjauhan sekalipun, bahkan kita tidak perlu repot memikirkan bagaimana caranya bisa menerima telepon saat sedang berada dijalan raya sebab handphone sudah pula terlahir.
Kita tidak juga bingung membuat sistem pengarsipan manual yang menumpuk kertas sebab sudah ada komputer dan sudah ada pula bermacam aplikasi, bahasa pemrograman dan sarana-sarana penunjang lainnya diciptakan orang.
Bahkan untuk belajar agamapun kita tidak perlu jauh-jauh datang ketanah Arab hanya untuk mempelajari Tafsir al-Mizan, Tafsir at-Thabari, kitab-kitab Hadis dan sebagainya dan seterusnya sebab dengan adanya komputer dan Internet maka kita bisa mempelajarinya bahkan sambil menonton televisi dirumah ditemani secangkir kopi susu dan di-iringi musi lembut Diego Modena lewat Imploranya.
Contoh lain, bila kita menebangi hutan terus-terusan maka karena sebab itu akan mengakibatkan terjadi banjir, tanah longsor dan sebagainya yang bisa saja merugikan orang lain. Begitu pula jika kita ingin anak dan istri kita sholeh, ya harus ada proses pembelajaran bagi mereka dan harus pula ada contoh dari orang yang paling dekat dengan mereka.
Kesimpulannya, dengan sebab takdir orang lain maka kitapun bisa menentukan takdir pada diri kita masing-masing, mau apa, mau jadi bagaimana diri kita, mau sebejat apa atau mau seshaleh apa, mau berjalan keneraka atau berjalan kesurga dan lain sebagainya.
Ini semua membuktikan bahwa hidup adalah suatu rangkaian yang saling berhubungan sampai pada titik paling kecil sekalipun, baik disadari maupun tidak disadari.
Karena itulah makanya orang yang enggan untuk belajar, orang yang enggan untuk mencari tahu tentang kebenaran tidak ubahnya bagaikan orang yang sengaja menganiaya dirinya sendiri. Dia mau syurga tapi malas untuk meraih syurga, dia maunya dapat nikmat tapi tidak pernah mau bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. Qs. 2 al-Baqarah: 243
Bangsa Indonesia bisa lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang, disebabkan adanya aksi, adanya perjuangan.; Kita bisa diterima bekerja dikantor dan sampai bisa mempunyai kedudukan penting, juga karena adanya aksi dari kita untuk belajar dan menguasai ilmu-ilmu tertentu yang dengannya kita bisa seperti sekarang, dan ada banyak lagi contoh lainnya.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. – Qs. 13 ar-Ra’d 11
Apakah Allah lalu berlepas tangan dalam hal ini ?
Jawaban dari pertanyaan ini akan kembali pada sejauh mana kausalitas pada diri kita telah kita maksimalkan kearah yang positip, menuju kreativitas yang menciptakan hubungan sebab-akibat bagi diri dan sejarah orang lain.
Allah tidak menginginkan seseorang menjadi jahat, bukti bahwa Dia sudah mengutus banyak Nabi dan Rasul-Nya, sudah mengutus para mujahid-mujahid yang memberikan pencerahan disetiap jaman dan tempat sebagai jalan (sebab-akibat) orang lain untuk berbuat baik dan meninggalkan kejahatan.
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. -Qs. al-Baqarah 2:276
Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. -Qs. al-An’am 6:12
Akan halnya seorang penjahat tetap menjadi penjahat, seorang penzinah tetap menjadi penzinah, seorang pengkhianat tetap menjadi pengkhianat itu bukan karena Allah mentakdirkan dirinya harus seperti itu, sebab sekali lagi ini adalah akibat dari sebab yang dia lakukan sendiri :
Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. -Qs. ali Imran 3:117
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebajikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipat gandakan dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. -Qs. an-Nisa’ 4:40
Semuanya berlaku sama,
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (kehendak Allah [nilai-nilai positip]), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. -Qs. 17 al-Israa’ :15
Kita semua dilahirkan dengan membawa sifat baik dan buruk, ini fitrah (sesuatu yang natural) sebagai bekal dan bukti kemanusiawian kita, saat kita hanya dibekali dengan sifat yang baik saja maka ini bukan fitrah dan tentu kita bukan manusia, begitupula bila kita hanya dibekali sifat buruk saja maka itupun bukan fitrah.
Fitrahnya kita ya seperti ini, tinggal lagi mau bagaimana kita memprogram fitrah yang ada.
Jika anda yakin hidup anda akan happy ending maka berupayalah agar itu bisa menjadi terwujud, kejar dan cari takdir tersebut dari sekian juta atau sekian milyar takdir-takdir anda yang ada di Lauhful Mahfudz.
Allah memang merencanakan semua makhluk-Nya berakhir bahagia, akan tetapi Allah memberikan kebebasan bagi manusia untuk tetap menentukan model bahagia seperti apa dan akhir yang bagaimana yang dia inginkan.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. -Qs. al-Baqarah 2:185
Rencana Allah tidak berjalan dengan mengabaikan hukum-hukum yang pun sudah ditetapkan-Nya sendiri.
Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. -Qs. 33:62
Kita berdoa dan berusaha dalam hidup ini agar semua modul-modul dari semua sintaksis pemrograman Allah yang teramat sangkat kompleks ini berjalan dengan baik, kita berdoa agar Allah memberikan bantuan (mengintervensi) atas semua usaha yang kita lakukan dengan memberikan jalur link pada hukum sebab-akibat yang baik, sholeh dan positip.
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya. -Qs. 52 ath-Thuur :21
Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. -Qs. 2 al-Baqarah: 186
Demikianlah pembahasan seputar ayat pertama dari surah al-Baqarah ini.
Mungkin ada diantara anda yang menyebut : ah itu kan hanya bisa-bisanya Armansyah saja, padahal itu kan hanya 3 huruf yang tidak perlu dicari-cari penafsirannya, biarlah Allah yang tahu.
Saya jawab disini, hidup penuh dengan falsafah simbol-simbol yang menuntut kepada kita untuk diterjemahkan kedalam bahasa verbal yang bisa dimengerti.
Dalam al-Qur’an ada ayat misalnya yang berkata :
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. – Qs. 88 al-Ghasyiyah 18
Sebagai sebuah simbol yang memerlukan kajian dengan semua aspek keilmuan yang mengharuskan pula pencapaian pola peradaban yang semakin maju agar kita mengerti hukum-hukum yang berkaitan dengan alam semesta.
Lagi-lagi … Iqra … Iqra, belajar dan belajarlah.
Benar bahwa tidak kita dapati dalam kitab-kitab hadis penjelasan panjang lebar dari Nabi Saw mengenai surah al-Baqarah ayat 1 ini, tetapi ini tidak bisa langsung diasumsikan bahwa Nabi tidak pernah memberitahukan maknanya kepada masyarakat Islam kala itu.; Sebab bila demikian yang ada dikepala kita, maka artinya Nabi sudah menyembunyikan penjelasan yang mestinya harus beliau paparkan.
Bisa saja riwayat tentang ini tidak sampai ketangan kita dan akhirnya menjadi bagian dari ayat-ayat Mutasyabihat yang oleh Allah agar bisa menjadi bahan pembelajaran dan kajian bagi orang-orang yang berilmu pada generasi selanjutnya.
Toh Abu Hurairah misalnya kita kenal sebagai orang yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi, namun coba perhatikan juga apa yang disampaikannya sebagaimana bisa dilihat pada Shahih Bukhari hadis ke-86 : Aku telah menghafal dari Rasulullah Saw dua karung hadis, yang satu aku siarkan dan yang satu lagi bila aku siarkan niscaya leherku ini dipenggal orang.
Jadi Abu Hurairah sendiri -dengan berbagai situasi yang dihadapinya- memilih untuk tidak menyampaikan sejumlah hadis-hadis lain dari Nabi yang katanya perimbangannya sama seperti yang beliau sampaikan dan kita kenal sekarang ini.
Harus diakui secara jujur bahwa tidak semua pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an dari beliau itu kita temukan dalam hadis-hadis yang beredar ditengah masyarakat muslim dewasa ini, bahkan jangankan hal tersebut, sedang asbabun nuzul masing-masing ayat dalam 30 juz al-Qur’an pun tidak semuanya terdapati dalam kitab-kitab hadis sekelas Bukhari dan Muslim serta yang lainnya, sama seperti misalnya tidak adanya himpunan khotbah-khotbah Jum’at beliau Saw yang terdokumentasikan secara utuh oleh para perawi hadis dalam masa hidup beliau Saw semenjak diutus sebagai Nabi dan semenjak syariat sholat Jum’at menjadi kewajiban hingga wafatnya.
Menyikapi yang demikian, Imam Ali bin Abu Thalib berkata :
Sesungguhnya hadis-hadis yang beredar dikalangan orang banyak, ada yang haq dan ada yang batil.; Yang benar dan yang bohong.; Yang nasikh dan yang mansukh, yang berlaku umum dan khusus. Yang muhkam dan yang mutasyabih.
Adakalanya ucapan-ucapan Rasulullah Saw itu memiliki arti dua segi, yaitu ucapan yang bersifat khusus dan yang bersifat umum. Maka sebagian orang mendengarnya sedangkan ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw. Lalu sipendengar membawanya dan menyiarkannya tanpa benar-benar memahami apa artinya, apa yang dimaksud dan mengapa ia diucapkan.
Dan tidak semua sahabat Rasulullah Saw mampu bertanya dan minta penjelasan dari Beliau. Sampai-sampai seringkali merasa senang bila seorang Badui atau pendatang baru bertanya kepada Beliau, karena merekapun dapat mendengar penjelasan beliau.
[ Saya ringkas dari buku Mutiara Nahjul Balaghah, terjemahan Muhammad al-Baqir, Syarh oleh Muhammad Abduh, Hal 31-32, terbitan Mizan 1999 ]
Wassalamu’alaykum Wr. Wb.,
Armansyah
Filed under: Uncategorized | 2 Comments »
You must be logged in to post a comment.