Murtadin itu pasti bukan karena ilmu!

 

Munculnya kemurtadan pada diri seseorang yang tadinya mengaku sebagai muslim menjadi kafir atau atheis pada hakekatnya dapat diteropong sebagai bentuk ketidakpahaman ia selama ini dibidang agamanya. Akal dan logikanya serta wawasan ilmu agama yang ia miliki selama ini dapat diukur kedangkalannya. Boleh jadi ini bukan semata kesalahannya sepihak. Sebab anak merupakan didikan orang tuanya. Lalu lihatlah bagaimana cara orang tuanya mendidik anak mereka dibidang agama. Kepada siapa orang tua menyerahkan pendidikan keagamaan anak-anak mereka untuk ditempa. Selanjutnya, berapa persen literatur yang sudah disiapkan sebagai bekal pembelajarannya lebih lanjut dalam ilmu agama.

Jika belajar agama cuma terbatas hanya dibangku sekolah atau dibangku pesantren saja lalu selepas itu pembelajaran agama berhenti karena sudah dianggap khotam maka inilah awal bencana kekafirannya. Karena agama ditinjau dari sudut pandang ilmiah merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang semestinya terus digali dan dipelajari. Wabil khusus Islam yang kitab sucinya begitu kompleks dengan rujukan tafsirnya yang sangat beragam dari berbagai ahli fiqh klasik hingga kontemporer. Belum lagi kajian dari sudut ilmu musthalah hadistnya, filsafatnya, perbandingan agamanya dan sebagainya.

Saya percaya sampai rabun mata kita ini atau sampai botak kepala kita menggali ilmu-ilmu agama maka akan semakin banyak hal-hal baru yang kita dapatkan, semakin merasa diri ini belum banyak tahu apa-apa.

Jadi jika ada yang murtad, masih muda pula umurnya…. tak akan lebih dan kurang karena masalah cinta atau harta. Yakin seyakin-yakinnya saya bila kemurtadannya itu bukan atas dasar ilmu. Paling banter juga alasan akhirnya dia bilang dapat petunjuk dari mimpi dan merasa-rasa itu benar. Ya, jika itu urusan rasa-rasa maka akan ada banyak varian rasanya. Mulai dari rasa strawberry, rasa orange, rasa mango dan seterusnya.

Masak urusan agama berdasar rasa-rasa….. akhirnya jadi seperti makanan, ketika dirasa masam, cari rasa yang lebih manis, bosan yang manis, cari rasa yang pedas.

Rasa tanpa periksa ya rusaklah. Iman tanpa ilmu hancur leburlah semua. Doktrin tanpa logika beginilah dia jadinya.

Akhirnya memang segala sesuatu itu kembali lagi pada hidayah. Jika hidayah sudah datang dan ia berjuang untuk menjemputnya maka selamatlah ia dari kekafiran, namun sebaliknya bila hidayah itu datang namun ia malah mendiamkannya saja maka jahannamlah tempat kembalinya.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari kefakiran iman dan ilmu.

Palembang Darussalam, 20 Juni 2015.
03 Romadhon 1436H
Armansyah